Jumat, 26 November 2010

KONSEP DASAR UROLITHIASIS

• Pengertian
Urolithiasis adalah suatu keadaan terjadinya penumpukan oksalat, calculi (batu ginjal) pada ureter atau pada daerah ginjal. Urolithiasis terjadi bila batu ada di dalam saluran perkemihan. Batu itu sendiri disebut calculi. Pembentukan batu mulai dengan kristal yang terperangkap di suatu tempat sepanjang saluran perkemihan yang tumbuh sebagai pencetus larutan urin. Calculi bervariasi dalam ukuran dan dari fokus mikroskopik sampai beberapa centimeter dalam diameter cukup besar untuk masuk dalam velvis ginjal. Gejala rasa sakit yang berlebihan pada pinggang, nausea, muntah, demam, hematuria. Urine berwarna keruh seperti teh atau merah.
• Tanda dan Gejala Urothiliasis
1. Keluhan pertama yang dirasakan adalah rasa sakit amat tajam atau hebat pada punggung bagian bawah, pinggang atau perut bagian bawah, atau khusus pada laki-laki di pangkal alat kelamin.
2. Kadang-kadang saluran air kencing tersumbat sehingga penderita sukar buang air kecil, atau tidak dapat melakukannya sama sekali. Darah menetes ke luar ketika penderita mulai buang air kecil
3. Infeksi sistem air kencing dapat terjadi secara bersamaan.
4. Mual dan muntah selalu mengikuti rasa sakit yang berat
5. Kadang-kadang juga mengalami panas, kedinginan, adanya darah di dalam urin bila batu melukai ureter, distensi perut, nanah dalam urine
• Faktor – faktor yang mempengaruhi pembentukan batu
a. Faktor Endogen
Faktor genetik, familial, pada hypersistinuria, hiperkalsiuria dan hiperoksalouria.
b. Faktor Eksogen
Faktor lingkungan, pekerjaan, makanan, infeksi dan kejenuhan mineral dalam air minum.
c. Faktor lain
a) Infeksi
Infeksi Saluran Kencing (ISK) dapat menyebabkan nekrosis jaringan ginjal dan akan menjadi inti pembentukan Batu Saluran Kencing (BSK) Infeksi bakteri akan memecah ureum dan membentuk amonium yang akan mengubah pH Urine menjadi alkali.
b) Stasis dan Obstruksi Urine
Adanya obstruksi dan stasis urine akan mempermudah Infeksi Saluran Kencing.
c) Jenis Kelamin
Lebih banyak terjadi pada laki-laki dibanding wanita dengan perbandingan 3 : 1
d) Ras
Batu Saluran Kencing lebih banyak ditemukan di Afrika dan Asia.
e) Keturunan
Anggota keluarga Batu Saluran Kencing lebih banyak mempunyai kesempatan
f) Air Minum
Memperbanyak diuresis dengan cara banyak minum air akan mengurangi kemungkinan terbentuknya batu, sedangkan kurang minum menyebabkan kadar semua substansi dalam urine meningkat.
g) Pekerjaan
Pekerja keras yang banyak bergerak mengurangi kemungkinan terbentuknya batu dari pada pekerja yang lebih banyak duduk.
h) Suhu
Tempat yang bersuhu panas menyebabkan banyak mengeluarkan keringan.
i) Makanan
Masyarakat yang banyak mengkonsumsi protein hewani angka morbiditas Batu Saluran Kencing berkurang. Penduduk yang vegetarian yang kurang makan putih telur lebih sering menderita Batu Saluran Kencing (buli-buli dan Urethra).
• Patogenesis
Sebagian besar Batu Saluran Kencing adalah idiopatik, bersifat simptomatik ataupun asimptomatik.
Teori Terbentuknya Batu
a. Teori Intimatriks
Terbentuknya Batu Saluran Kencing memerlukan adanya substansi organik Sebagai inti. Substansi ini terdiri dari mukopolisakarida dan mukoprotein A yang mempermudah kristalisasi dan agregasi substansi pembentukan batu.
b. Teori Supersaturasi
Terjadi kejenuhan substansi pembentuk batu dalam urine seperti sistin, santin, asam urat, kalsium oksalat akan mempermudah terbentuknya batu.
c. Teori Presipitasi-Kristalisasi
Perubahan pH urine akan mempengaruhi solubilitas substansi dalam urine. Urine yang bersifat asam akan mengendap sistin, santin dan garam urat, urine alkali akan mengendap garam-garam fosfat.
d. Teori Berkurangnya Faktor Penghambat
Berkurangnya Faktor Penghambat seperti peptid fosfat, pirofosfat, polifosfat, sitrat magnesium, asam mukopolisakarida akan mempermudah terbentuknya Batu Saluran Kencing.

• PENGKAJIAN DATA DASAR
1. Riwayat atau adanya faktor resiko
a. Perubahan metabolik atau diet
b. Imobilitas lama
c. Masukan cairan tak adekuat
d. Riwayat batu atau Infeksi Saluran Kencing sebelumnya
e. Riwayat keluarga dengan pembentukan batu

2. Pemeriksaan fisik berdasarka pada survei umum dapat menunjukkan :
a. Nyeri. Batu dalam pelvis ginjal menyebabkan nyeri pekak dan konstan. Batu ureteral menyebabkan nyeri jenis kolik berat dan hilang timbul yang berkurang setelah batu lewat.
b. Mual dan muntah serta kemungkinan diare
c. Perubahan warna urine atau pola berkemih, Sebagai contoh, urine keruh dan bau menyengat bila infeksi terjadi, dorongan berkemih dengan nyeri dan penurunan haluaran urine bila masukan cairan tak adekuat atau bila terdapat obstruksi saluran perkemihan dan hematuri bila terdapat kerusakan jaringan ginjal

3. Pemeriksaan Diagnostik
a. Urinalisa : warna : normal kekuning-kuningan, abnormal merah menunjukkan hematuri (kemungkinan obstruksi urine, kalkulus renalis, tumor,kegagalan ginjal). pH : normal 4,6 – 6,8 (rata-rata 6,0), asam (meningkatkan sistin dan batu asam urat), alkali (meningkatkan magnesium, fosfat amonium, atau batu kalsium fosfat), Urine 24 jam : Kreatinin, asam urat, kalsium, fosfat, oksalat, atau sistin mungkin meningkat), kultur urine menunjukkan Infeksi Saluran Kencing , BUN hasil normal 5 – 20 mg/dl tujuan untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. BUN menjelaskan secara kasar perkiraan Glomerular Filtration Rate. BUN dapat dipengaruhi oleh diet tinggi protein, darah dalam saluran pencernaan status katabolik (cedera, infeksi). Kreatinin serum hasil normal laki-laki 0,85 sampai 15mg/dl perempuan 0,70 sampai 1,25 mg/dl tujuannya untuk memperlihatkan kemampuan ginjal untuk mengekskresi sisa yang bemitrogen. Abnormal (tinggi pada serum/rendah pada urine) sekunder terhadap tingginya batu obstruktif pada ginjal menyebabkan iskemia/nekrosis.
b. Darah lengkap : Hb, Ht, abnormal bila pasien dehidrasi berat atau polisitemia.
c. Hormon Paratyroid mungkin meningkat bila ada gagal ginjal (PTH merangsang reabsorbsi kalsium dari tulang, meningkatkan sirkulasi serum dan kalsium urine.
d. Foto Rontgen : menunjukkan adanya calculi atau perubahan anatomik pada area ginjal dan sepanjang uriter.
e. IVP : memberikan konfirmasi cepat urolithiasis seperti penyebab nyeri abdominal atau panggul. Menunjukkan abnormalitas pada struktur anatomik (distensi ureter).
f. Sistoureteroskopi : visualisasi kandung kemih dan ureter dapat menunjukkan batu atau efek ebstruksi.
g. USG Ginjal : untuk menentukan perubahan obstruksi dan lokasi batu.

Penatalaksanaan
a. Menghilangkan Obstruksi
b. Mengobati Infeksi
c. Menghilangkan rasa nyeri
d. Mencegah terjadinya gagal ginjal dan mengurangi kemungkinan terjadinya rekurensi.
Komplikasi
a. Obstruksi Ginjal
b. Perdarahan
c. Infeksi
d. Hidronefrosis

Diagnosa Keperawatan yang mungkin muncul
1. Gangguan rasa nyaman (nyeri pada daerah pinggang) berhubungan dengan cedera jaringan sekunder terhadap adanya batu pada ureter atau pada ginjal
2. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan adanya obstruksi (calculi) pada renal atau pada uretra.
3. Kecemasan berhubungan dengan kehilangan status kesehatan.
4. Kurangnya pengetahuan tentang sifat penyakit, tujuan tindakan yang diprogramkan dan pemeriksaan diagnostik berhubungan dengan kurangnya informasi.

Minggu, 14 November 2010

Hisprung

A. HISPRUNG
• Definisi
Hisprung adalah tidak adanya sel-sel ganglion dalam relitum atau bagian relitosigmoid Kolon. (Betz, Cecily. L, 2002).
Penyakit Hirschsprung disebut juga kongenital aganglionik megakolon. Dilihat dari namanya penyakit ini merupakan keadaan usus besar (kolon) yang tidak mempunyai persarafan (aganglionik). Jadi, karena ada bagian dari usus besar (mulai dari anus kearah atas) yang tidak mempunyai persarafan (ganglion), maka terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalanakan fungsinya sehingga usus menjadi membesar (megakolon). Panjang usus besar yang terkena berbeda-beda untuk setiap individu.
• Etiologi
Menurut Betz, Cecily. L (2002) penyebab Hisprung sebenarnya tidak diketahui tetapi penyakit ini diduga karena factor-faktor genetic dan factor lingkungan. Penyakit ini juga dapat ditemukan bersamaan dengan sindrom Down, kanker tiroid, dan neuroblastoma.
• Gejala
Karena terjadi “kelumpuhan” usus besar dalam menjalankan fungsinya, maka tinja tidak dapat keluar. Biasanya bayi baru lahir akan mengeluarkan tinja pertamanya (mekonium) dalam 24 jam pertama. Namun pada bayi yang menderita penyakit Hirschsprung, tinja akan keluar terlambat atau bahkan tidak dapat keluar sama sekali. Selain itu perut bayi juga akan terlihat menggembung, disertai muntah. Jika dibiarkan lebih lama, berat badan bayi tidak akan bertambah dan akan terjadi gangguan pertumbuhan.

• Patofisiologi
Istilah congenital aganglionic Mega Colon menggambarkan adanya kerusakan primer dengan tidak adanya sel ganglion pada dinding sub mukosa kolon distal. Segmen aganglionic hampir selalu ada dalam rectum dan bagian proksimal pada usus besar.
Ketidakadaan ini menimbulkan keabnormalan atau tidak adanya gerakan tenaga pendorong ( peristaltik ) dan tidak adanya evakuasi usus spontan serta spinkter rectum tidak dapat berelaksasi sehingga mencegah keluarnya feses secara normal yang menyebabkan adanya akumulasi pada usus dan distensi pada saluran cerna. Bagian proksimal sampai pada bagian yang rusak pada Mega Colon ( Betz, Cecily & Sowden, 2002:197).
Semua ganglion pada intramural plexus dalam usus berguna untuk kontrol kontraksi dan relaksasi peristaltik secara normal.Isi usus mendorong ke segmen aganglionik dan feses terkumpul didaerah tersebut, menyebabkan terdilatasinya bagian usus yang proksimal terhadap daerah itu karena terjadi obstruksi dan menyebabkan dibagian Colon tersebut melebar ( Price, S & Wilson, 1995 : 141 ).
• Manifestasi Klinis
Menurut Betz, Cecily. L (2002) manifestasi klinis Hisprung dibagi menjadi 2 (dua) yaitu:
Masa Veo Natal
1. Gagal mengeluarkan mekonium dalam 48 jam setelah lahir.
2. Muntah berisi empedu
3. Enggan minum.
4. Distensi abdomen.



Masa Bayi dan Kanak-kanak
1. Konstipasi
2. Diare berulang
3. Tinja seperti pita, berbau busuk
4. Distensi abdomen
5. Gagal tumbuh.

• Komplikasi
Menurut Betz, Cecily. L (2002) komplikasi hisprung yaitu :
~ Gawat pernapasan (akut)
~ Entero koloitis (akut)
~ Striktura ani (pasca bedah)
~ Inkontensitas (jangka panjang).

• Pemeriksaan Diagnostik
Menurut Betz, Cecily. L (2002) Pemeriksaan diagnostik pada Hisprung yaitu :
~ Foto abdomen
~ Enema barium
~ Biopsi rectal untuk mendeteksi ada tidaknya sel ganglion
~ Manometriano rectal untuk mencatat respons refleks sfringter interna dan eksterna.
• Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan dengan barium enema, dengan pemeriksaan ini akan bisa ditemukan :
Daerah transisi.
Gambaran kontraksi usus yang tidak teratur di bagian usus yang menyempit.
Entrokolitis padasegmen yang melebar.
Terdapat retensi barium setelah 24 – 48 jam ( Darmawan K, 2004 : 17).

1. Biopsi isap, yaitu mengambil mukosa dan sub mukosa dengan alat penghisap dan mencari sel ganglion pada daerah sub mukosa ( Darmawan K, 2004 :17 ).
2. Biopsi otot rektum, yaitu pengambilan lapisan otot rektum.
3. Pemeriksaan aktivitas enzim asetil kolin esterase dari hasil biobsi isap pada penyakit ini khas terdapat peningkatan, aktifitas enzimasetil kolin esterase (Darmawan K, 2004 : 17 ).
4. Pemeriksaan aktivitas norepinefrin dari jaringan biopsi usus( Betz, cecily & Sowden, 2002 : 197 ).
5. Pemeriksaan colok anus. Pada pemeriksaan ini jari akan merasakan jepitan dan pada waktu tinja yang menyemprot. Pemeriksaan ini untuk mengetahu bahu dari tinja, kotoran yang menumpuk dan menyumbat pada usus di bagian bawah dan akan terjadi pembusukan.

• Penatalaksanaan
Penatalaksaan operasi adalah untuk memperbaiki portion aganglionik di usus besar untuk membebaskan dari obstruksi dan mengembalikan motilitas usus besar sehingga normal dan juga fungsi spinkter ani internal. Ada dua tahapan dalam penatalaksanaan medis yaitu :
• Temporari ostomy dibuat proksimal terhadap segmen aganglionik untuk melepaskan obstruksi dan secara normal melemah dan terdilatasinya usus besar untuk mengembalikan ukuran normalnya.
• Pembedahan dilakukan dalam 2 (dua) tahap mula-mula dilakukan kolostomi loop atau double-barrel sehingga tomus dan ukuran usus yang dilatsi dan hipertropi dapat kembali normal. (memerlukan waktu kira-kira 3-4 bulan). Pada umur bayi diantara 6-12 bulan (mulai beratnya antara 9 s/d 10 Kg), satu dari tiga prosedur berikut dengan cara memotong usus aganglionik dan mengantomosiskan usus yang berganglion ke rectum dengan jarak 1 inci dari anus.


• Prosedur Duhamel umumnya dilakukan terhadap bayi yang berusia 1 tahun. Prosedur ini terdiri atas penarikan kolon normalkearah bawah dan menganastomosiskannya dibelakang usus agaanglionik, menciptakan dinding ganda yang terdiri dari selubung aganlionik dan bagian posterior kolon normal yang ditarik tersebut.Pada prosedur Swenson, bagian bagian kolon yang aganglionik itu dibuang, kemudian dilakukan anastomosis end to end pada kolon berganglion dengan saluran anal yang dilatasi. Sfring terotomi dilakukan pada bagian posterior.
• Prosedur Soave dilakukan pada anak-anak yang lebih besar dan merupakan prosedur yang paling banyak dilakukan untuk mengobati penyakit Hisprung. Dinding otot dari segmen rektumdibiarkan tetap utuh, kolon yang bersaraf normal ditarik sampai ke anus, tempat dilakukannya anastomosis antara kolon normal dan jaringan otot rekto sigmonial yang tersisa.

FuNgsi giNjaL daN pRoSeS peMbeNtuKan uRiNe

FuNgsi giNjaL daN pRoSeS peMbeNtuKan uRiNe

Gangguan Ginjal dan Glukosuria

Learning Objective

1. Mengetahui Fungsi Ginjal
2. Mengetahui Mekanisme dan Faktor - Faktor Pembentukan Urine dan Miksturisi
3. Mengetahui Kandungan Urine Normal

Pembahasan

Fungsi Ginjal :

1. Menyaring dan membersihkan darah dari zat-zat sisa metabolisme tubuh
2. Mengeksresikan zat yang jumlahnya berlebihan
3. Reabsorbsi (penyerapan kembali) elektrolit tertentu yang dilakukan oleh bagian tubulus ginjal
4. Menjaga keseimbanganan asam basa dalam tubuh
5. Menghasilkan zat hormon yang berperan membentuk dan mematangkan sel-sel darah merah (SDM) di sumsum tulang
6.Homeostasis Ginjal, mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air dalam darah (Guyton, 1996 ).

Homeostasis

Homeostasis adalah ilmu yang mempelajari semua proses yang terjadi dalam organisme hidup untuk mempertahankan lingkungan interna didalam kondisi agar optimal bagi kehidupan organisme yang bersangkutan (Guyton, 1996 ).

Faktor Yang Mempengaruhi Homeostasis :

1. pH

Untuk mencapai homeostasis, harus ada keseimbangan antara asupan atau produksi ion hidrogen dan pembuangan ion hidrogen dari tubuh. Konsentrasi ion hidrogen dinyatakan dengan satuan pH. Di dalam tubuh, pH normal dapat bervariasi besarnya. Tergantung letak dan fungsinya (Guyton, 1996 ).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pH darah :

* Ginjal yang mengoreksi beban ion H
* Ion H dan K saling terkait dalam homeostasis asam-basa
* Pertahanan pertama terhadap perubahan pH darah diberikan oleh buffer darah, tetapi paru - paru dan ginjal yang mengoreksi beban ion H
* Produksi asam-asam tertentu mengharuskan ginjal membuang ion H dan menyimpan ion HCO3-

1. Suhu à 37oC - 39oC

Dalam mengatur suhu tubuh, sistem termoregulasi bekerja untuk menyeimbangkan perolehan panas dengan pelepasan panas

1. Glukosa à 4,4 - 5,5 mmol/dm3
2. Urea à 3,3 - 6,6 mmol/dm3

Melalui ginjal dengan mengeluarkan urin. Bila lebih banyak ion hydrogen yang disekresikan daripada ion bikarbonat yang disaring, akan terdapat kehilangan asam dari cairan ekstrasesuler. Sebaliknya, bila lebih banyak ion bikarbonat yang disaring daripada hydrogen yang disekresikan, akan terdapat kehilangan basa (Guyton, 1996 ).

Mekanisme Homeostasis

Mekanisme ini diatur oleh otak terutama hipotalamus, yang bila terangsang akan merangsang koordinasi tubuh. Proses ini akan terjadi terus menerus hingga lingkungan dinamis dalam tubuh akan berada pada jumlah yang normal (Guyton, 1996 ).

Sekresi Ion

Ginjal juga mengatur pH, konsentrasi ion mineral, dan komposisi air dalam darah. Selain itu, ginjal mempertahankan pH plasma darah pada kisaran 7,4 melalui pertukaran ion hidronium dan hidroksil. Akibatnya, urine yang dihasilkan dapat bersifat asam pada pH 5 atau alkalis pada pH 8. Kadar ion natrium dikendalikan melalui sebuah proses homeostasis yang melibatkan aldosteron untuk meningkatkan penyerapan ion natrium pada tubulus konvulasi.Kenaikan atau penurunan tekanan osmotik darah karena kelebihan atau kekurangan air akan segera dideteksi oleh hipotalamus yang akan memberi sinyal pada kelenjar pituitari dengan umpan balik negatif. Kelenjar pituitari mensekresi hormon antidiuretik vasopresin, untuk menekan sekresi air, sehingga terjadi perubahan tingkat absorpsi air pada tubulus ginjal. Akibatnya, konsentrasi cairan jaringan akan kembali menjadi 98 persen (Taslim, 2008).

Fungsi pemindahan ini terdapat dalam tubulus proksimal yaitu mengambil dan memindahkan ion organic dan disekresikan ke cairan tubulus. Ion organic ini termasuk endogenous produk sisa dan exogenous drugs dan racun. Ion organic seperti garam, oxalate, urate, creatinine, prostaglandin, epinephrine dan hipurates merupakan sisa produk endogen yang disekresikan ke cairan tubulus proksimal (Guyton, 1996).

Urine terbentuk dalam ginjal dan membuangnya dari tubuh lewat saluran. Urine terdiri dari 98% air dan yang lainnya terdiri dari pembentukan metabolisme nitrogen (urea, uric acis, creatinin dan juga produk lain dari metabolisme protein (Bykov, 1960). Urine biasanya bersifat kurang asam dengan pH antara 5 - 7 (Kimber, 1949). Urine yang sehat gaya beratnya berkisar 1.010 - 1.030, tergantung perbandingan larutan dengan air. Banyaknya urine yang dikeluarkan dalam 1 hari dari 1.200 - 1.500 cc (40 - 50 oz). (Ganong, 2001)

Umpan Balik Penyeimbangan Cairan Dalam Tubuh

Diantara kemungkinannya ialah:

1. Apabila banyak garam dalam badan dan kurang air
2. Apabila kurang garam dalam badan dan banyak air

Apabila kadar garam lebih dari julat normal dan kurang air dalam badan, tekanan osmosis darah akan meningkat, osmoreseptor pada hipotalamus akan terangsang kemudian kelenjar hipofisis akan dirangsang lebih aktif untuk mensekresikan hormon ADH (antidiuretik) untuk meningkatkan permeabilitas tubulus ginjal terhadap air, kelenjar (hormon aldosteron) akan kurang dirangsang, maka lebih banyak air diserap dan kurang ion natrium dan ion kalsium diserap kembali masuk dalam tubuh, tekanan osmosis darah akan turun, proses ini akan berulang sehingga tekanan osmosis darah pada jumlah normal ( Wikipedia, 2008 ).

Apabila kadar garam lebih rendah dari jumlah normal dalam tubuh dan lebih banyak air dalam tubuh, tekanan osmosis darah akan menurun, osmoreseptor pada hipotalamus akan terangsang kemudian kelenjar pituitari akan kurang dirangsang untuk mensekresikan hormon ADH (antidiuresis) untuk mengurangi permeabilitas tubulus ginjal terhadap air, kelenjar adrenal (hormon aldosteron) akan dirangsang dengan lebih aktif, maka lebih sedikit air diserap dan lebih sedikit juga natrium dan kalsium diserap kembali masuk dalam tubuh, tekanan osmosis darah akan naik, proses ini akan berulang sehingga tekanan osmosis darah berada pada jumlah normal ( Wikipedia, 2008 ).

Mekanisme Keseimbangan asam - Basa

Untuk mempertahankan keseimbangan asam basa diperlukan :

1. Sistem penyangga ( Buffer ) asam basa kimiawi dalam cairan tubuh
2. Sistem Respirasi
3. Sistem Renal (Guyton, 1996 ).

Tubuh menggunakan 3 mekanisme untuk mengendalikan keseimbangan asam-basa darah:

1. Kelebihan asam akan dibuang oleh ginjal, sebagian besar dalam bentuk amonia. Ginjal memiliki kemampuan untuk mengatur jumlah asam atau basa yang dibuang, yang biasanya berlangsung selama beberapa hari.
2. Tubuh menggunakan penyangga pH (buffer) dalam darah sebagai pelindung terhadap perubahan yang terjadi secara tiba-tiba dalam pH darah. Suatu penyangga ph bekerja secara kimiawi untuk meminimalkan perubahan pH suatu larutan. Penyangga pH yang paling penting dalam darah adalah bikarbonat. Bikarbonat (suatu komponen basa) berada dalam kesetimbangan dengan karbondioksida (suatu komponen asam).
Jika lebih banyak asam yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak bikarbonat dan lebih sedikit karbondioksida. Jika lebih banyak basa yang masuk ke dalam aliran darah, maka akan dihasilkan lebih banyak karbondioksida dan lebih sedikit bikarbonat.
Pengaturan Keseimbangan Asam Basa di Dalam Tubuh
Keseimbangan asam-basa terkait dengan pengaturan konsentrasi ion H bebas dalam cairan tubuh. Jika pH darah <7,35 dikatakan asidosis (darah terlalu banyak mengandung asam atau terlalu sedikit mengandung basa dan sering menyebabkan menurunnya pH darah.) dan jika pH darah >7,45 dikatakan alkalosis (darah terlalu banyak mengandung basa atau terlalu sedikit mengandung asam dan kadang menyebabkan meningkatnya pH darah). Ion H terutama diperoleh dari aktivitas metabolik dalam tubuh. Ion H secara normal dan kontinyu akan ditambahkan ke cairan tubuh dari 3 sumber, yaitu:
1. Pembentukkan asam karbonat dan sebagian akan berdisosiasi menjadi ion H dan bikarbonat.
2. Katabolisme zat organik
3. Disosiasi asam organik pada metabolisme intermedia, misalnya pada metabolisme lemak terbentuk asam lemak dan asam laktat, sebagian asam ini akan berdisosiasi melepaskan ion H.
Fluktuasi konsentrasi ion H dalam tubuh akan mempengaruhi fungsi normal sel, antara lain:

1. Perubahan eksitabilitas saraf dan otot, pada asidosis terjadi depresi susunan saraf pusat, sebaliknya pada alkalosis terjadi hipereksitabilitas.
2. Mempengaruhi enzim-enzim dalam tubuh
3. Mempengaruhi konsentrasi ion K (Guyton, 1996 ).

Mekanisme Pembentukan Urine

1.Penyaringan ( Filtrasi )

Filtrasi darah terjadi di glomerulus, dimana jaringan kapiler dengan struktur spesifik dibuat untuk menahan komonen selular dan medium-molekular-protein besar kedalam vascular system, menekan cairan yang identik dengan plasma di elektrolitnya dan komposisi air. Cairan ini disebut filtrate glomerular. Tumpukan glomerulus tersusun dari jaringan kapiler. Di mamalia, arteri renal terkirim dari arteriol afferent dan melanjut sebagai arteriol eferen yang meninggalkan glomrerulus. Tumpukan glomerulus dibungkus didalam lapisan sel epithelium yang disebut kapsula bowman. Area antara glomerulus dan kapsula bowman disebut bowman space dan merupakan bagian yang mengumpulkan filtrate glomerular, yang menyalurkan ke segmen pertama dari tubulus proksimal. Struktur kapiler glomerular terdiri atas 3 lapisan yaitu : endothelium capiler, membrane dasar, epiutelium visceral. Endothelium kapiler terdiri satu lapisan sel yang perpanjangan sitoplasmik yang ditembus oleh jendela atau fenestrate (Guyton.1996).
Dinding kapiler glomerular membuat rintangan untuk pergerakan air dan solute menyebrangi kapiler glomerular. Tekanan hidrostatik darah didalam kapiler dan tekanan oncotik dari cairan di dalam bowman space merupakan kekuatn untuk proses filtrasi. Normalnya tekanan oncotik di bowman space tidak ada karena molekul protein yang medium-besar tidak tersaring. Rintangan untuk filtrasi ( filtration barrier ) bersifat selektiv permeable. Normalnya komponen seluler dan protein plasmatetap didalam darah, sedangkan air dan larutan akan bebas tersaring (Guyton.1996).
Pada umunya molekul dengan raidus 4nm atau lebih tidak tersaring, sebaliknya molekul 2 nm atau kurang akan tersaring tanpa batasan. Bagaimanapun karakteristik juga mempengaruhi kemampuan dari komponen darah untuk menyebrangi filtrasi. Selain itu beban listirk (electric charged ) dari sretiap molekul juga mempengaruhi filtrasi. Kation ( positive ) lebih mudah tersaring dari pada anionBahan-bahan kecil yang dapat terlarut dalam plasma, seperti glukosa, asam amino, natrium, kalium, klorida, bikarbonat, garam lain, dan urea melewati saringan dan menjadi bagian dari endapan.Hasil penyaringan di glomerulus berupa filtrat glomerulus (urin primer) yang komposisinya serupa dengan darah tetapi tidak mengandung protein (Guyton.1996).

2. Penyerapan ( Absorsorbsi)

Tubulus proksimal bertanggung jawab terhadap reabsorbsi bagian terbesar dari filtered solute. Kecepatan dan kemampuan reabsorbsi dan sekresi dari tubulus renal tiak sama. Pada umumnya pada tubulus proksimal bertanggung jawab untuk mereabsorbsi ultrafiltrate lebih luas dari tubulus yang lain. Paling tidak 60% kandungan yang tersaring di reabsorbsi sebelum cairan meninggalkan tubulus proksimal. Tubulus proksimal tersusun dan mempunyai hubungan dengan kapiler peritubular yang memfasilitasi pergherakan dari komponen cairan tubulus melalui 2 jalur : jalur transeluler dan jalur paraseluler. Jalur transeluler, kandungan ( substance ) dibawa oleh sel dari cairn tubulus melewati epical membrane plasma dan dilepaskan ke cairan interstisial dibagian darah dari sel, melewati basolateral membrane plasma (Sherwood, 2001).
Jalur paraseluler, kandungan yang tereabsorbsi melewati jalur paraseluler bergerakdari vcairan tubulus menuju zonula ocludens yang merupakan struktur permeable yang mendempet sel tubulus proksimal satu daln lainnya. Paraselluler transport terjadi dari difusi pasif. Di tubulus proksimal terjadi transport Na melalui Na, K pump. Di kondisi optimal, Na, K, ATPase pump manekan tiga ion Na kedalam cairan interstisial dan mengeluarkan 2 ion K ke sel, sehingga konsentrasi Na di sel berkurang dan konsentrasi K di sel bertambah. Selanjutnya disebelah luar difusi K melalui canal K membuat sel polar. Jadi interior sel bersifat negative . pergerakan Na melewati sel apical difasilitasi spesifik transporters yang berada di membrane. Pergerakan Na melewati transporter ini berpasangan dengan larutan lainnya dalam satu pimpinan sebagai Na ( contransport ) atau berlawanan pimpinan ( countertransport ) (Sherwood, 2001).
Substansi diangkut dari tubulus proksimal ke sel melalui mekanisme ini ( secondary active transport ) termasuk gluukosa, asam amino, fosfat, sulfat, dan organic anion. Pengambilan active substansi ini menambah konsentrasi intraseluler dan membuat substansi melewati membrane plasma basolateral dan kedarah melalui pasif atau difusi terfasilitasi. Reabsorbsi dari bikarbonat oleh tubulus proksimal juga di pengaruhi gradient Na (Sherwood, 2001)

3. Penyerapan Kembali ( Reabsorbsi )
Volume urin manusia hanya 1% dari filtrat glomerulus. Oleh karena itu, 99% filtrat glomerulus akan direabsorbsi secara aktif pada tubulus kontortus proksimal dan terjadi penambahan zat-zat sisa serta urea pada tubulus kontortus distal. Substansi yang masih berguna seperti glukosa dan asam amino dikembalikan ke darah. Sisa sampah kelebihan garam, dan bahan lain pada filtrate dikeluarkan dalam urin. Tiap hari tabung ginjal mereabsorbsi lebih dari 178 liter air, 1200 g garam, dan 150 g glukosa. Sebagian besar dari zat-zat ini direabsorbsi beberapa kali (Sherwood.2001).
Setelah terjadi reabsorbsi maka tubulus akan menghasilkan urin sekunder yang komposisinya sangat berbeda dengan urin primer. Pada urin sekunder, zat-zat yang masih diperlukan tidak akan ditemukan lagi. Sebaliknya, konsentrasi zat-zat sisa metabolisme yang bersifat racun bertambah, misalnya ureum dari 0,03′, dalam urin primer dapat mencapai 2% dalam urin sekunder. Meresapnya zat pada tubulus ini melalui dua cara. Gula dan asam mino meresap melalui peristiwa difusi, sedangkan air melalui peristiwa osn osis. Reabsorbsi air terjadi pada tubulus proksimal dan tubulus distal (Sherwood.2001).
4. Augmentasi
Augmentasi adalah proses penambahan zat sisa dan urea yang mulai terjadi di tubulus kontortus distal. Komposisi urin yang dikeluarkan lewat ureter adalah 96% air, 1,5% garam, 2,5% urea, dan sisa substansi lain, misalnya pigmen empedu yang berfungsi memberi warm dan bau pada urin. Zat sisa metabolisme adalah hasil pembongkaran zat makanan yang bermolekul kompleks. Zat sisa ini sudah tidak berguna lagi bagi tubuh. Sisa metabolisme antara lain, CO2, H20, NHS, zat warna empedu, dan asam urat (Cuningham, 2002).
Karbon dioksida dan air merupakan sisa oksidasi atau sisa pembakaran zat makanan yang berasal dari karbohidrat, lemak dan protein. Kedua senyawa tersebut tidak berbahaya bila kadarnya tidak berlebihan. Walaupun CO2 berupa zat sisa namun sebagian masih dapat dipakai sebagai dapar (penjaga kestabilan PH) dalam darah. Demikian juga H2O dapat digunakan untuk berbagai kebutuhan, misalnya sebagai pelarut (Sherwood.2001).
Amonia (NH3), hasil pembongkaran/pemecahan protein, merupakan zat yang beracun bagi sel. Oleh karena itu, zat ini harus dikeluarkan dari tubuh. Namun demikian, jika untuk sementara disimpan dalam tubuh zat tersebut akan dirombak menjadi zat yang kurang beracun, yaitu dalam bentuk urea. Zat warna empedu adalah sisa hasil perombakan sel darah merah yang dilaksanakan oleh hati dan disimpan pada kantong empedu. Zat inilah yang akan dioksidasi jadi urobilinogen yang berguna memberi warna pada tinja dan urin.Asam urat merupakan sisa metabolisme yang mengandung nitrogen (sama dengan amonia) dan mempunyai daya racun lebih rendah dibandingkan amonia, karena daya larutnya di dalam air rendah (Sherwood.2001).

Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Urine

Faktor - Faktor yang Mempengaruhi Pembentukan Urine adalah :
Hormon
ADH
Hormon ini memiliki peran dalam meningkatkan reabsorpsi air sehingga dapat mengendalikan keseimbangan air dalam tubuh. Hormon ini dibentuk oleh hipotalamus yang ada di hipofisis posterior yang mensekresi ADH dengan meningkatkan osmolaritas dan menurunkan cairan ekstrasel ( Frandson,2003 )
Aldosteron
Hormon ini berfungsi pada absorbsi natrium yang disekresi oleh kelenjar adrenal di tubulus ginjal. Proses pengeluaran aldosteron ini diatur oleh adanya perubahan konsentrasi kalium, natrium, dan sistem angiotensin rennin ( Frandson, 2003)
Prostaglandin
Prostagladin merupakan asam lemak yang ada pada jaringan yang berlungsi merespons radang, pengendalian tekanan darah, kontraksi uterus, dan pengaturan pergerakan gastrointestinal. Pada ginjal, asam lemak ini berperan dalam mengatur sirkulasi ginjal ( Frandson, 2003)
Gukokortikoid
Hormon ini berfungsi mengatur peningkatan reabsorpsi natrium dan air yang menyebabkan volume darah meningkat sehingga terjadi retensi natrium ( Frandson, 2003)
Renin
Selain itu ginjal menghasilkan Renin; yang dihasilkan oleh sel-sel apparatus jukstaglomerularis pada :
1. Konstriksi arteria renalis ( iskhemia ginjal )
2. Terdapat perdarahan ( iskhemia ginjal )
3.Uncapsulated ren (ginjal dibungkus dengan karet atau sutra )
4. Innervasi ginjal dihilangkan
5. Transplantasi ginjal ( iskhemia ginjal )

Sel aparatus juxtaglomerularis merupakan regangan yang apabila regangannya turun akan mengeluarkan renin. Renin mengakibatkan hipertensi ginjal, sebab renin mengakibatkan aktifnya angiotensinogen menjadi angiotensin I, yg oleh enzim lain diubah menjadi angiotensin II; dan ini efeknya menaikkan tekanan darah (sherwood, 2001).
Zat - zat diuretik
Banyak terdapat pada kopi, teh, alkohol. Akibatnya jika banyak mengkonsumsi zat diuretik ini maka akan menghambat proses reabsorpsi, sehingga volume urin bertambah.
Suhu internal atau eksternal
Jika suhu naik di atas normal, maka kecepatan respirasi meningkat dan mengurangi volume urin.
Konsentrasi Darah
Jika kita tidak minum air seharian, maka konsentrasi air dalam darah rendah.Reabsorpsi air di ginjal mengingkat, volume urin menurun.
Emosi
Emosi tertentu dapat merangsang peningkatan dan penurunan volume urin.

D. Mekanisme Miksturisi

Mekanisme proses Miksi ( Mikturisi ) Miksi ( proses berkemih ) ialah proses di mana kandung kencing akan mengosongkan dirinya waktu sudah penuh dgn urine. Mikturisi ialah proses pengeluaran urine sebagai gerak refleks yang dapat dikendalikan (dirangsang/dihambat) oleh sistim persarafan dimana gerakannya dilakukan oleh kontraksi otot perut yg menambah tekanan intra abdominalis, dan organ organ lain yang menekan kandung kencing sehigga membantu mengosongkan urine ( Virgiawan, 2008 ).
Pada dasarnya, proses miksi/mikturisi merupakan suatu refleks spinal yg dikendalikan oleh suatu pusat di otak dan korteks cerebri. Proses miksturisi dapat digambarkan dalam skema di bwah ini :
Pertambahan vol urine → tek intra vesicalis ↑ → keregangan dinding vesicalis (m.detrusor) → sinyal-sinyal miksi ke pusat saraf lebih tinggi (pusat kencing) → untuk diteruskan kembali ke saraf saraf spinal → timbul refleks spinal → melalui n. Pelvicus → timbul perasaan tegang pada vesica urinaria shg akibatnya menimbulkan permulaan perasaan ingin berkemih ( Virgiawan, 2008 ).
Kandungan Urin Normal
Urin mengandung sekitar 95% air. Komposisi lain dalam urin normal adalah bagian padaat yang terkandung didalam air. Ini dapat dibedakan beradasarkan ukuran ataupun kelektrolitanya, diantaranya adalah :
Molekul Organik : Memiliki sifat non elektrolit dimana memiliki ukaran yang reativ besar, didalam urin terkandung : Urea CON2H4 atau (NH2)2CO, Kreatin, Asam Urat C5H4N4O3, Dan subtansi lainya seperti hormon (Guyton, 1996)
Ion : Sodium (Na+), Potassium (K+), Chloride (Cl-), Magnesium (Mg2+, Calcium (Ca2+). Dalam Jumlah Kecil : Ammonium (NH4+), Sulphates (SO42-), Phosphates (H2PO4-, HPO42-, PO43-), (Guyton, 1996)
Warna : Normal urine berwarna kekuning-kuningan. Obat-obatan dapat mengubah warna urine seperti orange gelap. Warna urine merah, kuning, coklat merupakan indikasi adanya penyakit ( Anonim, 2008 ).
Bau : Normal urine berbau aromatik yang memusingkan. Bau yang merupakan indikasi adanya masalah seperti infeksi atau mencerna obat-obatan tertentu ( Anonim, 2008 ).
Berat jenis : Adalah berat atau derajat konsentrasi bahan (zat) dibandingkan dengan suatu volume yang sama dari yang lain seperti air yang disuling sebagai standar. Berat jenis air suling adalah 1, 009 ml. Normal berat jenis : 1010 - 1025 ( Anonim, 2008 ).
Kejernihan : Normal urine terang dan transparan. Urine dapat menjadi keruh karena ada mukus atau pus ( Anonim, 2008 ).
pH : Normal pH urine sedikit asam (4,5 - 7,5). Urine yang telah melewati temperatur ruangan untuk beberapa jam dapat menjadi alkali karena aktifitas bakteri. Vegetarian urinennya sedikit alkali ( Anonim, 2008 ).

DAFTAR PUTAKA

Anonim.2008.Compotition in Urine. Diakses dari :
http://www.ivy-rose.co.uk/Topics/Urinary_System_Composition_Urine.htm. Pada
Tanggal : 01 Juli 2009
Frandson R.D. 2003. Anatomy and Physiology of Farm Animals 6th ed. Lippincott Williams & Wilkins: Philadelphia
Cunningham.J.G, 2002. Teksbook of Veterinary Physilogy. Philadelpia. WB Saunders
Ganong. W.F., editor Widjajakusumah D.H.M., 2001., Buku Ajar Fisiologi Kedokteran., edisi Bahasa Indonesia., Jakarta., EGC
Guyton.A.C, 1996.Teksbook of Medical Physiology, philadelpia. Elsevier saunders.
Sherwood, Lauree. 2001. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Taslim,arnaldi,dr. Sp.PD.2009. Kesehatan Ginjal. Diakses dari : http://www.sekbertal.org/index2.php?option=com_content&do_pdf=1&id=1901. Pada Tanggal : 01 juli 2009
Virgiawa, Daril, S.Sc. Mekanisme Dasar Ginjal. Diakses dari : http://www.darryltanod.blogspot.com/2008/04/mekanisme-proses-dasar-ginjal-darryl.html. Pada Tanggal : 01 Juli 2009
Wikipedia.2008.Homeostasis. Diakses dari : http://id.wikipedia.org/wiki/Homeostasis. Pada Tanggal : 01 Juli 2009

Sabtu, 13 November 2010

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perbedaan Pola Berkemih

Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perbedaan Pola Berkemih
1. Usia
Bayi atau anak kecil dengan usia sampai 18-24 bulan tidak mampu mengontrol secara volunteer. Pada usia remaja dan dewasa, sudah dapat mengontrol berkemih secara volunteer.
Pada Lansia, frekuensi berkemih dan volume urine meningkat. Hal ini karena terjadi penurunan kemampuan tonus otot dan daya tampung.

2. Obat-obatan
Diuretik mencegah reabsorpsi air dan elektrolit tertentu untuk meningkatkan keluaran urine. Retensi urine dapat disebabkan oleh pemakaian beberapa obat, seperti atropin, sudafed dll.

3. Suhu
Suhu rendah merangsang peningkatan frekuensi berkemih. Karena pada suhu dingin, sekresi keringat oleh tubuh berkurang.

4. Psikologis
Ansietas dan cemas dapat meningkatkan frekuensi berkemih. Selain itu, ansietas dan cemas juga dapat memngakibatkan berkemih tidak tuntas (masih terdapat sisa urine di kandung kemih).

5. Asupan nutrisi dan cairan
a. Minuman
Alkohol dapat menghambat pelepasan ADH, sehingga dapat meningkatkan produksi urine.
Kopi, teh, cokelat, dan cola yang mengandung cafein dapat meningkatkan produksi urine.
b. Makanan
Makanan yang banyakmengandung cairan (buah dan sayur) dpt meningkatkan produksi urine.

6. Kondisi penyakit
Pasien demam mengalami penurunan produksi urine karena pasien demam mengalami banyak pengeluaran sejumlah bsar cairan yang tak kasat mata.

7. Prosedur bedah
Klien bedah sering memiliki perubahan keseimbangan cairan sebelum menjalani pembedahan yang diakibatkan oleh proses penyakit/ puasa pasca operasi yang mempengaruhi pengeluaran urine.

8. Pemeriksaan diagnostik
Beberapa px diagnostik tidak memperbolehkan pasien untuk minum dan makan sebelum dilakukan px. (ex. Pielogram intravena dan urogram).
Px sistoskopi beresiko menyebabkan retensi urine.

9. Jenis kelamin
Kapasitas kandung kemih wanita antara 400 – 500 ml, sedangkan pria antara 300 – 600 ml.
Frekuensi berkemih wanita lebih sering dibanding laki-laki, hanya saja volume urine yang dikeluarkan sekali berkemih oleh wanita lebih sedikit di banding laki-laki.

10. Respon keinginan awal untuk berkemih
Kebiasaan mengabaikan keinginan awal untuk berkemih menyebabkan urine banyak tertahan di dalam urinaria sehingga mempengaruhi ukuran vesika urinaria dan jumlah urine.

11. Gaya hidup
Perubahan gaya hidup dapat mempengaruhi pemenuhan kebutuhan eliminasi dalam kaitannya terhadap tersedianya fasilitas toilet. Kadang individu malas berkemih di kamar mandi umum.

12. Tingkat aktifitas
Eliminasi urin membutuhkan tonus otot vesika urinaria yang baik untuk fungsi sfingter. Hilangnya tonus otot vesika urinaria menyebabkan kemampuan pengontrolan berkemih menurun dan kemampuan tonus otot didapatkan dengan beraktifitas.

13. Sosiokultural
Misalkan adanya aturan pada masyarakat untuk tidak diperkenankan untuk BAK di tempat dan waktu tertentu.

14. Kebiasaan seseorang
Misalkan kebiasaan berkemih di toilet mengalami kesulitan berkemih menggunakan urinal/pispot/melalui kateter.

15. Tonus otot
Yang memiliki peran penting dalam memnbantu proses berkemihotot kandung kemih, otot abdomen dan pelviskontraksi pengontrolan pengeluaran urine.

HIPOSPADIA

HIPOSPADIA

Hipospadia terjadi pada 1 dalam 300 kelahiran bayi laki-laki dan merupakan anomaly penis yang paling sering. Perkembangan uretra in utero dimulai sekitar usia 8 minggu dan selesai dalam 15 minggu. Uretra terbentuk dari penyatuan lipatan uretra sepanjang permukaan ventral penis. Glandula uretra terbentuk dari kanalisasi funikulus ectoderm yang tumbuh melalui glands untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu. Hipospadia terjadi bila penyatuan di garis tengah lipatan uretra tidak lengkap sehingga meatus uretra terbuka pada sisi ventral penis. Ada berbagai derajat kelainan letak ini seperti pada glandular (letak meatus yang salah pada glands), korona (pada sulkus korona), penis (di sepanjang batang penis), penoskrotal (pada pertemuan ventral penis dan skrotum), dan perineal (pada perineum). Prepusium tidak ada padaa sisi ventral dan menyerupai topi yang menutupi sisi dorsal glans. Pita jaringan fibrosa yang dikenal sebagai chordee, pada sisi ventral menyebabkan kurvatura (lengkungan ventral dari penis.
Tidak ada masalah fisik yang berhubungan dengan hipospadia pada bayi baru lahir atau pada anak-anak remaja. Namun pada orang dewasa, chordee akan menghalangi hubungan seksual, infertilitas dapat terjadi pada hipospadia penoskrotal atau perineal, dapat timbul stenosis meatus yang mengakibatkan kesulitan dalam mengatur aliran urine dan sering terjadi kriptorkidisme.
Penanganan hipospadia dengan chordee adalah dengan pelepasan chordee dan restrukturisasi lubang meatus melalui pembedahan. Pembedahan harus dilakukan sebelum usia saat belajar untuk menahan berkemih, yaitu biasanya sekitar usia 2 tahun. Prepusium dipakai untuk proses rekonstruksi, oleh karena itu bayi dengan hipospadia tidak boleh disirkumsisi. Chordee juga dapat terjadi tanpa hipospadia dan diatasi dengan melepaskan jaringan fibrosa untuk memperbaiki fungsi dan penampilan penis.

Kegawatdaruratan Urologi non Traumatik

Kegawatdaruratan Urologi non Traumatik
Kegawatdaruratan urologi merupakan kegawatan di bidang urologi yang bisa disebabkan oleh karena trauma maupun bukan trauma. Pada trauma urogenitalia, biasanya dokter cepat memberikan pertolongan dan jika fasilitas yang tersedia tidak memadai, biasanya langsung merujuk ke tempat yang lebih lengkap. Berbeda halnya dengan kedaruratan urogenitalia non trauma, yang sering kali tidak terdiagnosis dengan benar, menyebabkan kesalahan penanganan maupun keterlambatan dalam melakukan rujukan ke tempat yang lebih lengkap, sehingga menyebabkan terjadinya kerusakan organ dan bahkan ancaman terhadap jiwa pasien.
Beberapa kedaruratan urologi non trauma tersebut diantaranya adalah:
1. Urosepsis
2. Hematuria
3. Strangulasi (torsio testis)

1. Urosepsis
Urosepsis adalah infeksi sistemik yang berasal dari fokus infeksi di traktus urinarius sehingga menyebabkan bakteremia dan syok septik.Insiden urosepsis 20-30 % dari seluruh kejadian septikemia dan lebih sering berasal dari komplikasi infeksi di traktus urinarius. Pasien yang beresiko tinggi urosepsis adalah pasien berusia lanjut, diabetes dan immunosupresif seperti penerima transplantasi, pasien dengan AIDS, pasien yang menerima obat-obatan antikanker dan imunosupresan.
Karena merupakan penyebaran infeksi, maka kuman penyebabnya sama dengan kuman penyebab infeksi primer di traktus urinarius yaitu golongan kuman coliform gram negatif seperti Eschericia coli (50%), Proteus spp (15%), Klebsiella dan Enterobacter (15%), dan Pseudomonas aeruginosa (5%). Bakteri gram positif juga terlibat tetapi frekuensinya lebih kecil yaitu sekitar 15%.
Patogenesa dari gejala klinis urosepsis adalah akibat dari masuknya endotoksin, suatu komponen lipopolisakarida dari dinding sel bakteri yang masuk ke dalam sirkulasi darah. Lipopolisakarida ini terdiri dari komponen lipid yang akan menyebabkan:
1. Aktivasi sel-sel makrofag atau monosit sehingga menghasilkan beberapa sitokin, antara lain tumor necrosis factor alfa (TNF α) dan interlaukin I (IL I). Sitokin inilah yang memacu reaksi berantai yang akhirnya dapat menimbulkan sepsis dan jika tidak segera dikendalikan akan mengarah pada sepsis berat, syok sepsis, dan akhirnya mengakibatkan disfungsi multiorgan atau multi organs dysfunction syndrome (MODS).
2. Rangsangan terhadap sistem komplemen C3a dan C5a menyebabkan terjadinya agregasi trombosit dan produksi radikal bebas, serta mengaktifkan faktor-faktor koagulasi.
3. Perubahan dalam metabolisme karbohidrat, lemak, protein, dan oksigen. Karena terdapatnya resistensi sel terhadap insulin maka glukosa dalam darah tidak dapat masuk ke dalam jaringan sehingga untuk memenuhi kebutuhan sel akan glukosa terjadi proses glukoneogenesis yang bahannya berasal dari asam lemak dan asam amino yang dihasilkan dari katabolisme lemak berupa lipolisis dan katabolisme protein.


2.Hematuria
Hematuria berarti didapatkannya sel darah merah pada urine, pada umumnya dikategorikan baik gross maupun mikroskopik. Untuk mikroskopik hematuria dikatakan apabila didapatkan >3 s/d 5 sel darah merah/lapang pandang.
Gross hematuria jika didapatkan darah atau bekuan darah berwarna merah atau kecoklatan yang dapat berasal dari perdarahan di ureter/ginjal, buli-buli dan prostat.
Beberapa jenis hematuria berdasarkan penyebab yaitu:
Inisial hematuria: penyebabnya ada pada proksimal urethra atau di leher/dasar buli-buli.
Total hematuria: penyebabnya ada di buli-buli, ureter atau ginjal.
Idiopatic hematuria adalah hematuria dimana penyebabnya tidak dapat ditentukan.
False/pseudohematuria: adalah diskolorasi dari urine karena pigmen dari pewarna makanan dan myoglobin.
Hematuria dapat disebabkan oleh faktor renal (infeksi, kongenital anomali, tumor, trauma, batu), buli (infeksi, batu, tumor, trauma), urethra (penyakit menular seksual, trauma, benda asing, instrumentasi), prostat (infeksi, BPH, kanker prostat), atau bleeding disorder. Adapun sebanyak ± 20 % dari penderita tidak diketahui penyebabnya meskipun telah dilakukan pemeriksaan urologi lebih lanjut.

3.Torsio Testis
Torsio testis terjadi karena testis terputar di dalam skrotum sehingga terjadi obstruksi aliran darah arteri dan vena testis. Angka kejadiannya 1 diantara 4000 pria yang berumur kurang dari 25 tahun dan paling banyak diderita oleh anak pada masa pubertas (12-20 tahun). Ada 2 puncak insiden torsio testis, yaitu tahun pertama dan pubertas. Insiden torsio testis pada 24 jam pertama kelahiran cukup tinggi dan mungkin sebagian besar darinya terjadi intrauterin sehingga pada saat lahir penderita ini mempunyai massa intraskrotal padat, dan akhirnya kehilangan testis karena orchidektomi atau atropi. Pada masa pubertas resiko meningkat karena mereka mempunyai deformitas yang disebut dengan “bell-clapper”. Bentuk deformitas ini berupa perlekatan testis pada tunica vaginalis yang tidak kuat sehingga testis menggantung bebas dalam skrotum. Perlekatan yang tidak kuat ini menyebabkan testis mudah bergerak dan terputar.
Secara fisiologis otot kremaster berfungsi untuk menggerakkan testis mendekati dan menjauhi rongga abdomen untuk mempertahankan suhu ideal untuk testis. Adanya kelainan sistem penyangga testis menyebabkan testis dapat mengalami torsio jika bergerak secara berlebihan. Beberapa keadaaan yang menyebabkan pergerakan berlebihan dari testis yaitu adalah perubahan suhu yang mendadak (saat berenang), ketakutan, latihan yang berlebihan, batuk, celana yang terlalu ketat, defekasi, atau trauma yang mengenai skrotum. Terputarnya funikulus spermatikus menyebabkan obstruksi aliran darah testis sehingga testis mengalami hipoksia, edema testis, dan iskemia. Pada akhirnya testis akan mengalami nekrosis.

TRAUMA GINJAL

TRAUMA GINJAL
1. Ginjal terletak pada rongga retroperitoneal bagian atas hanya terfiksasi oleh pedikel pembuluh darah serta ureter, sementara masa ginjal melayang bebas dalam bantalan lemak yang berada dalam Fascia Gerota. Kantong Fascia ini meluas ke bawah sepanjang ureter, meskipun menyatu pada dinding anterior aorta serta vena cava inferior namun mudah sobek. Karena miskinnya fiksasi, ginjal sangat mudah mengalami dislokasi.Trauma ginjal adalah kecederaan yang paling sering pada sistem urinari. Walaupun ginjal mendapat proteksi dari otot lumbal, thoraks, badan vertebra dan viscera, ginjal mempunyai mobilitas yang besar yang bisa mengakibatkan kerusakan parenchymal dan kecederaan vaskular dengan mudah.
2. Etiologi
a. Trauma tumpul langsung pada abdomen atau punggung
b. Kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh dengan posisi duduk, contact sport
c. Kecelakaan kendaraan dengan kecepatan tinggi, yaitu trauma karena adanya deselerasi atau pemberhentian secara mendadak dan trauma karena cedera vascular besar
d. Luka tusuk atau tembak.

3. Manifestasi klinik
a. Nyeri tekan pada daerah abdomen maupun dorsal
b. Trauma
c. Hematuria atau ada kandungan darah dalam urin, baik secara makro maupun mikroskopis
d. Hemorrhagic shock seperti oligoria dan anuria
e. Memar
f. Nausea, vomiting
4. Klasifikasi trauma
a. Trauma minor
Terdapat kontusio atau memar pada parenkim ginjal dan laserasi pada korteks superficial
b. Trauma mayor
Terjadi laserasi dalam di kortikomeduller
c. Trauma vascular
Sangat jarang terjadi dan biasanya akibat trauma tumpul
5. Grading trauma ginjal
a. Derajat 1 : kontusio ginjal atau hematom subkapsuler tanpa laserasi parenkim

b. Derajat 2 : hematom perirenal atau laserasi korteks < 1 cm tanpa ekstravasasi urin c. Derajat 3 : laserasi korteks > 1 cm tanpa ekstravasasi urin

D. Derajat 4 : laserasi korteks meluas sampai collecting system

e. Derajat 5 : shattered kidney, avulsi pedikel ginjal atau trombosis arteri utama

SINDROM NEFROTIK

SINDROM NEFROTIK
Pengertian :
a. Sindrom nefrotik adalah penyakit dengan gejala edema, proteinuria, hipoalbumenemia, dan hiperkolesterolemia. Kadang-kadang terdapat hematuria, dan penurunan fungsi ginjal (Ngastiyah, 1997)
b. Penyakit ini terjadi tiba-tiba terutama pada anak-anak. Biasanya berupa oliguria dengan urin berwarna gelap atau urine kental akibat proteinuria berat (Mastoer Arif, dkk.1999)
c. Merupakan gejala yang disebabkan oleh adanya injury glomelular yang terjadi pada anak dengan karakteristik :
- Peningkatan protein dalam urin secara bermakna (proteinuria)
- Penurunan albumin dalam darah (hipoalbuminemia)
- Edema
- Serum kolesterol yang tinggi (hiperlipidemia)
( Suryadi, 2001)

Patofisiologi :
- Terjadi proteinuria akibat peningkatan premeabilitas membrane glomelurus. Sebagian besar protei dalam urine adalah albumin sehingga laju sintesis hepar dilampaui, meski telah berusaha ditingkatkan, terjadi hipoalbuminemia. Hal ini menyebabakan retensi garam dan air.
- Menurunnya tekanan osmotikmenyebabkan edema generalist akibat cairan yang berpindah dari system vaskuler ke dalam ruang CES. Penurunan sirkulasi volume darah mengaktifkan system imun angiotensin, menyebabkan retensi natrium dan edema lebih lanjut.
- Hilangnya protei dalam serum menstimulasi sintesis lipoprotein di hati danpeningkatan konsentrasi lemak dalam darah (hiperlipidemia)

PIELONEFRITIS

PIELONEFRITIS
A. DEFINISI
Pielonefritis adalah infeksi bakteri pada salah satu atau kedua ginjal.
B. PATOFISIOLOGI
INFEKSI SALURAN KEMIH ATAS (PIELONEFRITIS)
Pielonefritis adalah radang saluran kemih disertai paling sedikit 2 kelainan dalam kaliks ginjal.Pielonefritis merupakan penjalaran dari infeksi di tempat lain (sepsis/bakteriemia).
a. Penjalaran Limfogen Terutama dari tractus Gastroinstestinalis (ada hubungan langsung antara KGB Kolon dan ginjal).
b. Penjalaran Ascending
Yaitu melalui lumen tractus urinarius (dengan adanyla refluks / radang mikroskopik sepanjang ureter).
Pielonefritis dapat timbul dalam bentuk akut maupun kronis. Dimana Pielonefritis akut disebabkan oleh infeksi bakteri. Infeksi bakteri terjadi karena bakteri menjalar ke saluran kemih dari aliran darah. Walaupun pielonefritis akut secara temporer dapat mempengaruhi fungsi renal, jarang sekali menjadi suatu kegagalan ginjal.
Pielonefritis kronis juga berasal dari infeksi bakteri, namun juga faktor-faktor lain seperi refluks urine dan obstruksi saluran kemih turut berperan. Pielonefritis kronis merusak jaringan ginjal untuk selamanya (irreversible) akibat inflamasi yang berulang kali dan timbulnya jaringan parut. Proses perkembangan kegagalan ginjal kronis dari infeksi ginjal yang berulang-ulang berlangsung beberapa tahun atau setelah infeksi yang gawat. Diduga bahwa pielonefritis menjadi diagnose yang sungguh-sungguh dari sutu pertiga orang yang menderita kegagalan ginjal kronis.
c. PENYEBAB
Escherichia coli (bakteri yang dalam keadaan normal ditemukan di usus besar) merupakan penyebab dari 90% infeksi ginjal diluar rumah sakit dan penyebab dari 50% infeksi ginjal di rumah sakit. Infeksi biasanya berasal dari daerah kelamin yang naik ke kandung kemih.
Pada saluran kemih yang sehat, naiknya infeksi ini biasanya bisa dicegah oleh aliran air kemih yang akan membersihkan organisme dan oleh penutupan ureter di tempat masuknya ke kandung kemih. Berbagai penyumbatan fisik pada aliran air kemih (misalnya batu ginjal atau pembesaran prostat) atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter, akan meningkatkan kemungkinan terjadinya infeksi ginjal. Infeksi juga bisa dibawa ke ginjal dari bagian tubuh lainnya melalui aliran darah.
Keadaan lainnya yang meningkatkan resiko terjadinya infeksi ginjal adalah:
- kehamilan
- kencing manis
- keadaan-keadaan yang menyebabkan menurunnya sistem kekebalan tubuh untuk melawan infeksi
D. GEJALA
1. Gejala biasanya timbul secara tiba-tiba berupa demam, menggigil, nyeri di punggung bagian bawah, mual dan muntah.
2. Beberapa penderita menunjukkan gejala infeksi saluran kemih bagian bawah, yaitu sering berkemih dan nyeri ketika berkemih.
3. Bisa terjadi pembesaran salah satu atau kedua ginjal. Kadang otot perut berkontraksi kuat.
4. Bisa terjadi kolik renalis, dimana penderita merasakan nyeri hebat yang disebabkan oleh kejang ureter. Kejang bisa terjadi karena adanya iritasi akibat infeksi atau karena lewatnya batu ginjal.
5. Pada anak-anak, gejala infeksi ginjal seringkali sangat ringan dan lebih sulit untuk dikenali.
6. Pada infeksi menahun (pielonefritis kronis), nyerinya bersifat samar dan demam hilang-timbul atau tidak ditemukan demam sama sekali. Pielonefritis kronis hanya terjadi pada penderita yang memiliki kelainan utama, seperti penyumbatan saluran kemih, batu ginjal yang besar atau arus balik air kemih dari kandung kemih ke dalam ureter (pada anak kecil).
Pielonefritis kronis pada akhirnya bisa merusak ginjal sehingga ginjal tidak dapat berfungsi sebagaimana mestinya (gagal ginjal).
E. KOMPLIKASI
1. Pielonefritik akut
 Nekrosis papilla ginjal sebagai hasil dari proses radang, pasokan darah dari pada area medulla akan terganggu dan akan diikuti nekrosis papilla ginjal terutama pada penderita DM.
 Fionefrosis terjadi apabila ditemukan obstruksi total pada ureter yanga dekat sekali dngan ginjal. Cairan yang terlindung dalam pelvis dan sistem kaliks mengalami supurasi sehingga ginjal mengalami peregangan akibat adanya pus.
 Abses perinefritik; pada waktu infeksi mencapai kapsula ginjal dan meluas kedalam jaringan perineal

2. Pielonefritik kronis
Mencakup penyakit ginjal satdium akhir ( mulai dari hilangnya progresifitas nefron akibat inflamasi kronik dan jaringan parut) mengakibatkan terbentuknya batu. Pielonefritis akhirnya bisa merusak ginjal sehingga ginjal tidak dapat berfungsi lagi (gagal Ginjal)

HIDRONEFROSIS

HIDRONEFROSIS

1. DEFINISI
Hidronefrosis adalah penggembungan ginjal akibat tekanan balik terhadap ginjal karena aliran air kemih tersumbat.
Dalam keadaan normal, air kemih mengalir dari ginjal dengan tekanan yang sangat rendah. Jika aliran air kemih tersumbat, air kemih akan mengalir kembali ke dalam tabung-tabung kecil di dalam ginjal (tubulus renalis) dan ke dalam daerah pusat pengumpulan air kemih (pelvis renalis). Hal ini akan menyebabkan ginjal menggembung dan menekan jaringan ginjal yang rapuh. Pada akhinya, tekanan hidronefrosis yang menetap dan berat akan merusak jaringan ginjal sehingga secara perlahan ginjal akan kehilangan fungsinya.
2. ETIOLOGI
Hidronefrosis biasanya terjadi akibat adanya sumbatan pada sambungan ureteropelvik (sambungan antara ureter dan pelvis renalis):
• Kelainan struktural, misalnya jika masuknya ureter ke dalam pelvis renalis terlalu tinggi
• Lilitan pada sambungan ureteropelvik akibat ginjal bergeser ke bawah
• Batu di dalam pelvis renalis
• Penekanan pada ureter oleh:
- jaringan fibrosa
- arteri atau vena yang letaknya abnormal
- tumor.

3. GEJALA
Gejalanya tergantung pada penyebab penyumbatan, lokasi penyumbatan serta lamanya penyumbatan. Jika penyumbatan timbul dengan cepat (hidronefrosis akut), biasanya akan menyebabkan kolik renalis ( nyeri yang luar biasa di daerah antara tulang rusuk dan tulang panggul) pada sisi ginjal yang terkena. Jika penyumbatan berkembang secara perlahan (hidronefrosis kronis), bisa tidak menimbulkan gejala atau nyeri tumpul di daerah antara tulang rusuk dan tulang pinggul). Nyeri yang hilang timbul terjadi karena pengisian sementara pelvis renalis atau karena penyumbatan sementara ureter akibat ginjal bergeser ke bawah. Air kemih dari 10% penderita mengandung darah. Sering ditemukan infeksi saluran kemih (terdapat nanah di dalam air kemih), demam dan rasa nyeri di daerah kandung kemih atau ginjal. Jika aliran air kemih tersumbat, bisa terbentuk batu (kalkulus).
Hidronefrosis bisa menimbulkan gejala saluran pencernaan yang samar-samar, seperti mual, muntah dan nyeri perut. Gejala ini kadang terjadi pada penderita anak-anak akibat cacat bawaan, dimana sambungan ureteropelvik terlalu sempit. Jika tidak diobati, pada akhirnya hidronefrosis akan menyebabkan kerusakan ginjal dan bisa terjadi gagal ginjal.

4. PATOFISIOLOGI
Terjadi obstruksi baik parsial / intermitten menimbulkan akumulasi urin di piala ginjal, sehingga menyebabkan disertasinpiala dan kolik ginjal. Pada saat ini altrofi ginjal terjadi ketika salah satu ginjal sedang mengalami kerusakan bertahap maka ginjal yang lain akan membesar secara bertahap (hipertrofi kompensaturi) akibatnya fungsi renal terganggu

CKD

CHRONIC KIDNEY DISEASE (CKD)

A. Pengertian
Chronic Kidney Desease (CKD) yaitu kelainan pathologis ginjal atau adanya kelainan urin (umumnya jumlah protein urin dan sedimen urin) selama tiga bulan atau lebih yang tidak tergantung pada laju filtrasi glomerulus. Penyakit ginjal kronik terjadi apabila laju filtrasi glomerulus kurang dari 60 ml/menit/1,73m2, meskipun tidak ditemukan kelainan pada urin. Fase akhir dari CKD adalah terjadinya gagal ginjal kronis. (Susalit E., 2003). CKD merupakan gangguan ginjal yang progresif dan dapat bersifat irreversibel di mana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, menyebabkan uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah (Ardaya, 2003).

B. Etiologi
CKD dapat disebabkan oleh penyakit sistemik diantaranya adalah :
1. DM.
2. Hipertensi yang tidak terkontrol
3. Glomerulonefrtitis kronis
4. Obstruksi traktus urinalisis
5. Pielonefritis
6. Infeksi
7. Agen toksis
8. Gangguan vaskuler

C. Patofisiologi
CKD dibagi menjadi 5 stadium berdasarkan hasil CCT (Clirent Creatinin Test)
1. Stadium 1 :Kerusakan ginjal dengan LFG normal. LFG ≥ 90 (ml/mn/1,73m2)
2. Stadium 2 : Penurunan ringan. LFG 60-89 (ml/mn/1,73m2)
3. Stadium 3 : Penurunan LFG sedang. LFG 30-59 (ml/mn/1,73m2)
4. Stadium 4 : Penurunan berat. LFG 15-29 (ml/mn/1,73m2)
5. Stadium 5 : Stadium gagal ginjal. LFG < 15 (ml/mn/1,73m2)
Berdasarkan hipotesis nefron yang utuh, dikatakan bahwa bila nefron terserang penyakit maka seluruh unitnya akan hancur. Namun sisa nefron yang masih utuh tetap bekerja normal. Uremia timbul jika jumlah nefron sudah berkurang sehingga keseimbangan cairan dan elektrolit tidak dapat dipertahankan lagi. Sisa nefron yang ada beradaptasi dengan mengalami hipertensi dalam usahanya untuk melaksanakan seluruh beban ginjal.
Peningkatan solute, filtrasi dan reabsorbsi tubulus dalam setiap nefron terjadi meskipun GRF untuk seluruh massa nefron yang terdapat dalam ginjal turun di bawah nilai normal, namun akhirnya jika kurang lebih 75% massa nefron telah hancur maka kecepatan filtrasi dan beban solut bagi setiap nefron demikian tinggi sehingga keseimbangan glomerulus tubulus tidak dapat lagi dopertahankan. Hilangnya kemampuan memekatkan atau mengencerkan kemih menyebabkan BJ urin tetap pada nilai 1,010 atau 285mOsmot (sama dengan konsentrasi plasma) dan merupakan penyebab gejala poliuria dan nokturia.
Retensi cairan danan natrium yaitu ginjal yang tidak mampu mengkonsentrasikan dan mengencerkan urin. Respon ginjal yang tersisa terhadap masukan cairan dan elektrolit sehari-hari tidak terjadi. Pasien sering menahan cairan dan natrium, sehingga meningkatkan risiko terjadinya edema, gagal jantung kongestif dan hipertensi. Hipertensi juga dapat terjadi akibat aktivasi aksis renin angiotensin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Episode muntah dan diare menyebabkan penipisan air dan natrium yang menyebabkan memepreberat stadium uremik.
Dengan berkembangnya penyakit renal terjadi asidosis metabolic seiring dengan ketidakmampuan ginjal mengekskresikan muatan asam (H+) yang berlebihan. Penurunan sekresi asam terutama akibat ketidakmampuan tubulus ginjal mengekskresikan amonia dan mengabsorbsi natrium bikarbonat. Penurunan ekskresi fosfat dan asam organik lain yang terjadi. Anemia. Terjadinya anemia sebagai akibat terjadi produksi erytropoitin yang tidak adekuat, memendekkan usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk mengalami perdarahan akibat status uremik pasien, terutamam dari saluran gastrointertinal.
Erytropoitin adalah suatu substansi normal yang diprosuksi oleh ginjal, menstimulus sum-sum tulang untuk menghasilkan sel darah merah. Pada gagal ginjal produksi erytropoitin menurun dan anemia berat terjadi disertai keletihan, angina dan sesak nafas.
Pada CKD terjadi gangguan metabolisme kalsium dan fosfat. Kedua kadar serum tersebut memiliki hubungan yang saling berlawanan. Dengan menurunnya filtrasi melalui glomerulus ginjal, terdapat peningkatan kadar fosfat serum dan penurunan kadar serum kalsium.
Penyakit tulang uremik (osteodistrofi renal) terjadi perubahan kompleks kalsium, fosfat dan keseimbangan parathormon. Laju penurunan fungsi ginjal dan perkembangan CKD berkaitan dengan gangguan yang mendasari yaitu ekskresi protein dalam urin dan adanya hipertensi. Pasien yang mengekskresikan sejumlah protein atau mengalami peningkatan tekanan darah cenderung akan cepat memburuk daripada mereka yang tidak mengalami kondisi ini.

ca TESTIS

KANKER TESTIS
Kanker testis adalah pertumbuhan sel-sel ganas di dalam testis, yang bisa menyebabkan testis membesar atau menyebabkan adanya benjolan di dalam skrotum. biasanya adalah kanker sel germinal (gamet), tetapi dapat juga berasal dari sel leydig/sertoli
Penyebabnya : kebanyakan kanker testis terjadi pada usia di bawah 40 tahun. Penyebabnya yang pasti tidak diketahui, tetapi ada beberapa faktor penunjang terjadinya kanker testis, seperti
- testis undesensus ( testis yang tidak turun ke dalam skrotum )
- perkembangan testis yang abnormal
kanker testis dikelompokkan menjadi :
1. seminoma : 30-40% dari semua jenis tumor testis. Biasanya ditemukan pada pria berusia 30-40 tahun dan terbatas pada testis.
2. Non-seminoma : merupakan 60% dari semua jenis tumor testis.
Di bagi lagi menjadi beberapa subkategori :
-Karsinoma embrional : sekitar 20% dari kanker testis, terjadi pada 20-30 tahun dan sangat ganas. Pertumbuhannya sangat cepat menyebar ke paru-paru dan hati.
- tumor yolk sac : sekitar 60% dari semua jenis kanker testis pada anak laki-laki
teratoma : sekitar 7% dari kanker testis pada pria dewasa dan 40% pada anak laki-laki – karikarsinoma
- tumor sel troma : tumor yang terdiri dari sel-sel leydig, sel sertoli dan sel granulosa. Tumor ini merupakan 3-4% dari seluruh jenis tumor testis.
Gejala
- testis membesar atau teraba aneh (tidak seperti biasanya)
- benjolan/pembengkakan pada salah satu atau kedua testis
- nyeri tumpul di punggung/perut bagian atas
- rasa tidak nyaman/rasa nyeri di testis/skrotum terasa berat tetapi mungkin juga tidak ditemukan gejala sama sekali.
Stadium-stadium kanker testis :
- stadium I : Kanker belum menyebar ke luar testis
- stadium II : kanker telah menyebar ke kelenjar getah bening di perut
- stadium III : kanker telah menyebar ke luar kelenjar getah bening, bisa sampai ke hati atau paru-paru

INKONTINENSIA URINE

INCONTINENCIA URINE

Inkontinensia Urine (IU) atau yang lebih dikenal dengan beser sebagai bahasa awam merupakan salah satu keluhan utama pada penderita lanjut usia. Inkontinenensia urine adalah pengeluaran urin tanpa disadari dalam jumlah dan frekuensi yang cukup sehingga mengakibatkan masalah gangguan kesehatan dan atau sosial.Variasi dari inkontinensia urin meliputi keluar hanya beberapa tetes urin saja, sampai benar-benar banyak, bahkan terkadang juga disertai inkontinensia alvi (disertai pengeluaran feses).
Inkontinensia urine dapat terjadi dengan berbagai manifestasi, antara lain:
a. Fungsi sfingter yang terganggu menyebabkan kandung kemih bocor bila batuk atau bersin. Bisa juga disebabkan oleh kelainan di sekeliling daerah saluran kencing.
b. Fungsi otak besar yang terganggu dan mengakibatkan kontraksi kandung kemih.
c. Terjadi hambatan pengeluaran urine dengan pelebaran kandung kemih, urine banyak dalam kandung kemih sampai kapasitas berlebihan.
Inkontinensia urine dapat timbul akibat hiperrefleksia detrusor pada lesi suprapons dan suprasakral. Ini sering dihubungkan dengan frekuensi dan bila jaras sensorik masih utuh, akan timbul sensasi urgensi. Lesi LMN dihubungkan dengan kelemahan sfingter yang dapat bermanifestasi sebagai stress inkontinens dan ketidakmampuan dari kontraksi detrusor yang mengakibatkan retensi kronik dengan overflow.
Ada beberapa pembagian inkontinensia urin, tetapi pada umumnya dikelompokkan menjadi 4:
a. Urinary stress incontinence
Stress urinary incontinence terjadi apabila urin secara tidak terkontrol keluar akibat peningkatan tekanan di dalam perut. Dalam hal ini, tekanan di dalam kandung kencing menjadi lebih besar daripada tekanan pada urethra. Gejalanya antara lain kencing sewaktu batuk, mengedan, tertawa, bersin, berlari, atau hal lain yang meningkatkan tekanan pada rongga perut. Pengobatan dapat dilakukan secara tanpa operasi(misalnya dengan Kegel exercises, dan beberapa jenis obat-obatan), maupun secara operasi (cara yang lebih sering dipakai).
b. Urge incontinence
Urge incontinence timbul pada keadaan otot detrusor yang tidak stabil, di mana otot ini bereaksi secara berlebihan. Gejalanya antara lain perasaan ingin kencing yang mendadak, kencing berulang kali, kencing malam hari, dan inkontinensia. Pengobatannya dilakukan dengan pemberian obat-obatan dan beberapa latihan.
c. Total incontinence
Total incontinence, di mana kencing mengalir ke luar sepanjang waktu dan pada segala posisi tubuh, biasanya disebabkan oleh adanya fistula (saluran abnormal yang menghubungkan suatu organ dalam tubuh ke organ lain atau ke luar tubuh), misalnya fistula vesikovaginalis (terbentuk saluran antara kandung kencing dengan vagina) dan/atau fistula urethrovaginalis (saluran antara urethra dengan vagina). Bila ini dijumpai,dapat ditangani dengan tindakan operasi.
d. Overflow incontinence
Overflow incontinence adalah urin yang mengalir keluar akibat isinya yang sudah terlalu banyak di dalam kandung kencing akibat otot detrusor yang lemah.Biasanya hal ini dijumpai pada gangguan saraf akibat penyakit diabetes, cedera pada sumsum tulang belakang, atau saluran kencing yang tersumbat. Gejalanya berupa rasa tidak puas setelah kencing (merasa urin masih tersisa di dalam kandung kencing), urin yang keluar sedikit dan pancarannya lemah. Pengobatannya diarahkan pada sumber penyebabnya.

HIDROURETER

HIDROURETER

1. Pengertian
Hidroureter merupakan gangguan aliran urine karena ada penumpukan air/urine atau gangguan obstruksi lainnya dalam ureter. Ureter yang mengalami hidroureter akan terjadi pelebaran/dilatasi. Penyebab paling sering dari gangguan ini adalah adanya obstruksi atau sumbatan di dalam ureter. Penyebab lain dari hidroureter antara lain :
- Penyimpangan pembuluh darah dan katub
- Tumor
- Batu
- Lesi dari medula spinalis
Obstruksi menyebabkan hipertrofi otot kandung kemih sebagai kompensasi untuk mengatasi obstruksi. Pada hipertrofi otot defrusor ini tekanan di dalam kandung kemih akan meningkat. Bila tekanan yang tinggi ini dibiarkan akan terjadi pelebaran ureter dan pielum, hidroureter dan hidronefrosis sampai akhirnya hipertrofi atau atrofi ginjal yang berarti gagal ginjal.
2. Patofisiologi
Diawali dengan hambatan aliran urin secara anatomik ataupun fifiologik. Hambatan ini dapat terjadi di mana saja sepanjang ginjal sampai meatus uretra. Peningkatan tekanan ureter menyebabkan perubahan dalam filtrasi glomerulus (GFR), fungsi tubulus, dan aliran darah ginjal. GFR menurun dalam beberapa minggu. Fungsi tubulus juga terganggu. Berat dan durasi kelainan ini tergantung pada berat dan durasi hambatan aliran. Hambatan aliran yang singkat menyebabkan kelainan yang reversibel. Sedangkan sumbatan kronis menyebabkan atrofi tubulus dan hilangnya nefron secara permanen. Peningkatan tekanan ureter juga aliran balik pielouena dan pielolimfatik. Dalam duktus kolektivus, dilatasi dibatasi oleh parenkim ginjal. Namun komponen di luar ginjal berdilatasi maksimal.

HIDROKEL

HIDROKEL

1. Pengertian hidrokel
Hidrokel adalah penumpukan cairan yang berlebihan diantara lapisan parietalis dan viseralis tunika vaginalis. Dalam keadaan normal, cairan yang berada dalam keseimbangan antara produksi dan reabsorbsi oleh sistem limfatik di sekitarnya
2. Gambaran klinis
Pasien mengeluh adanya benjolan di kantong skrotum yang tidak nyeri. Pada pemeriksaan fisik didapatkan adanya benjolan di kantong skrotum dengan konsistensi kistus (lunak) dan pada pemeriksaan penerawangan menunjukkan adanya transiluminasi
3. Etiologi
Hidrokel pada bayi disebabkan karena belum sempurnanya prosesus tvaginalis atau belum sempurnanya sistem limfatik di daerah skrotum dalam reabsorbsi cairan hidrokel.
Pada orang dewasa, Karena adanya kelainan pada testis atau epididimis yang menyebabkan terganggunya sistem sekresi atau reabsorbsi cairan di kantong hidrokel. Kelainan pada testis itu adalah tumor, infeksi, trauma pada testis atau epididimis
4. Patofisiologi
Hidrokel adalah pengumpulan cairan pada sebagian prosesus vaginalis yang masih terbuka. Kantong hidrokel dapat berhubunganmelalui saluran mikroskopis dengan rongga peritoneum dan berbentuk katup. Dengan demikian cairan dalam rongga peritoneum dapat masuk ke dalam kantong hidrokel dan sukar kembali ke rongga peritoneum.
Perubahan struktur yang terjadi adalah kelaianan/pembesaran pada bagian testis dikarenakan cairan yang menumpuk pada prosesus vaginalis.

FIMOSIS

FIMOSIS
Fimosis adalah suatu kondisi dimana prepusium mengalami konstriksi sehingga tidak dapat diretraksi di atas glans penis, dapat terjadi secara kongenital atau akibat inflamasi dan edema. Karena sirkumsisi rutin pada masa neonatus tidak dapat dilakukan, maka anak dan pria dewasa secara dini diinstruksikan untuk membersihkan prepusium.
Pada orang dewasa yang tidak membersihkan area prepusium, menyebabkan sekresi normal menumpuk dan menyebabkan inflamasi yang dapat mengarah pada adesi dan fibrosis. Sekresi yang mengental menjadi kering bersama garam-garam urin dan pengapuran membentuk batu atau kalkuli dalam prepusium. Pada pria lansia, hal ini dapat menyebabkan terjadinya karsinoma penis.
Jadi, fimosis adalah pengkerutan atau penciutan kult depan penis, sehingga hal ini bisa mempengaruhi proses berkemih.

Modifier

MODIFIER
A. Definition
Modifier are words, phrases, or clauses that provide description in sentences. Modifier is used to explain the time ( modifier of time ), explain the place ( modifier of place ), explain the manner in doing activity ( modifier of manner ). Generally, modifier can be sowed by prepositional phrase ( the group of the word that is began by preposition and be ended by noun ). For example, in the morning, on the table, at the university.
In addition, modifier can be also showed by single adverb ( for example: yesterday, outdoors, hurriedly ) or adverbial phrase (for example: last night, next year. Modifier answered the question “when”, “where”, and “ how”.
B. The Type of Modifier
1. Modifier of time
Subject + Verb/Predicate + Object + Modifier of time
No Subject Verb/Predicate Object Modifier
1 We study English everyday.
2 We are studying English now.
3 We studied English last night.
4 We were studying English when she came last night.
5 We have studied English for 3 hours.
6 We have been studying English for 3 hours.
7 We had studied English for 3 hours when she came last night.
8 We had been studying English for 3 hours when she came last night.
9 We will study English tomorrow.
10 We will be studying English when she comes tomorrow.
11 We will have studied English for 3 hours when she comes tomorrow.
12 We will have been studying English for 3 hours when she comes tomorrow.
13 We would study English when she came last night.
14 We would be studying English when she came last night.
15 We would have studied English for 3 hours when she came last night.
16 We would have been studying English for 3 hours when she came last night.

2. Modifier of place
Subject + Verb/Predicate + Object + Modifier of place
No Subject Verb/Predicate Object Modifier of place
1 Lubis bought a book at the bookstore
2 We are eating some meatball in the diningroom
3 John was swimming in the swimming pool

3. Modifier of manner
Subject + Verb/Predicate + Object + Modifier of manner
No. Subject Verb/ Predicate Object Modifier of manner
1. I am driving a car very fast
2. Vivi was singing a song loudly
3. She can finish the task easily
4. Gabby studies english dilligently

4. Modifier of Noun
In each placement of modifier may not in anything place. There are specific rules in place each modifier. Modifier sequences are as follows:
a. Collective Numbers
b. Word article or a possessive word adjective
c. Serial numbers
d. Ordinary numbers
e. Opinions or adjective
f. Facts regarding the size, age, shape, color, etc.
g. Noun
Examples :
a. a big old red car
b. a hot iron
c. that book
Warning
1. Modifier of time usually is expresed in the end if this sentences have more than one modifier.
Example : I got a sureprise from my girl in my boarding house at 12 pm.
2. Not all sentences need modifier
Example : Andani lubis is very cute

SEKSUALITAS

SEKSUALITAS

A. Pendahuluan
Sex merupakan hal yang dianggap tabu untuk diperbincangkan. Akan tetapi secara bertahap seiring dengan berjalannya waktu pengetahuan tentang sex dan pembicaraan mengenai masalah seksualitas dianggap sebagai hal yang penting dan perlu bagi perkembangan manusia. Akhirnya pada pertengahan tahun 1960-an, tenaga perawatan kesehatan telah mengenali keterkaitan kesehatan seksual dengan komponen kesejahteraan.
Pemahaman mengenai seksualitas akan membantu perawat dalam mengenali nilai dan bias seksual serta memperluas pemahaman tentang batas normal perilaku seksual sehingga mampu memberikan perawatan secara lebih efektif.

B. Konsep Seksualitas
Seksualitas merupakan hal yang sulit untuk didefinisikan karena menyangkut banyak aspek kehidupan dan diekspresikan dalam bentuk perilaku yang beraneka ragam. Sedangkan kesehatan seksual telah didefinisikan oleh WHO (1975) sebagai “pengintegrasian aspek somatik, emosional, intelektual, dengan cara yang positif, memperkaya dan meningkatkan kepribadian, komunikasi, dan cinta”.
Apakah sex dan seksualitas merupakan sesuatu yang sama ?
Ternyata kebanyakan orang memahami sexualitas sebatas istilas sex, padahal antara sex dengan sexualitas merupakan hal yang berbeda. Menurut Zawid (1994), kata sex sering digunakan dalam dua hal, yaitu: (a) aktivitas sexsual genital, dan (b) sebagai label jender (jenis kelamin).
Sedangkan seksualitas memiliki arti yang lebih luas karena meliputi bagaimana seseorang merasa tentang bagaimana seseoarang merasa tentang diri mereka dan bagaimana mereka mengkomunuksikan perasaan tersebut terhadap orang lain melalui tindakan yang dilakukannya seperti, sentuhan, ciuman, pelukan, senggama, atau melalui perilaku yang lebih halus seperti isyarat gerak tubuh, etiket, berpakaian, dan perbendaharaan kata.
Lebih lanjut Menurut Raharjo yang dikutip oleh Nurhadmo (1999) menjelaskan bahwa seksualitas merupakan suatu konsep, kontruksi sosial terhadap nilai, orientasi, dan aperilaku yang berkaitan dengan seks.

1. Dimensi seksualitas
Banyaknya variasi seksualitas dan perilaku seksual membutuhkan perspektif yang holistik (menyeluruh). Bagaimanapun seksualitas dan kesehatan seksual memiliki banyak dimensi antara lain: dimensi sosiokultural, agama & etika, psikologis, dan biologis.
a. Dimensi Sosiokultural
Merupakan dimensi yang melihat bagaimana seksualitas muncul dalam relasi antar manusia, bagaimana seseorang menyesuaikan diri dengan tuntutan peran dari lingkungan sosial, serta bagaimana sosialisasi peran dan fungsi seksualitas dalam kehidupan manusia.
Dengan kata laian seksualitas dipengaruhi oleh norma dan peraturan kultural yang menentukan apakah perilaku tersebut diterima atau tidak berdasarkan kultur yang ada. Sehingga keragaman kultural secara global menyebabkan variabilitas yang sangat luas dalam norma seksual dan menghadirkan spektrum tentang keyakinan dan nilai yang luas. Misalnya: perilaku yang diperbolehkan selama pacaran, hal-hal yang dianggap merangsang, tipe aktivitas seksual, sanksi dan larangan dalam perilaku seksual, atau menentukan orang yang boleh dan tidak boleh untuk dinikahi.
Contoh lain tradisi seksual kultural adalah sirkumsisi. Meskipun di AS masih merupakan masalah kontroversial, akan tetapi hampir 80% neonatus laki-laki disana disirkumsisi dengan alasan higienis atau simbol keagamaan dan identitas etnik tertentu. Demikian pula pada wanita, dalam budaya beberapa negara sirkumsisi pada wanita merupakan tanda fisik kedewasaan seorang wanita, simbol kontrol sosial terhadap kesenangan seksual dan reproduksi mereka.
Survei definitif dan komprehensif mengenai keyakinan dan praktek seksual di Amerika yang dilakukan oleh para peneliti Universitas Chicago menunjukan bahwa seorang individu dipengaruhi oleh jaringan sosial mereka dan cenderung untuk melakukan apa yang digariskan oleh lingkungan sosial mereka (Michael et al, 1994). Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian kualitatif mengenai perilaku seksual anak jalanan di stasiun kereta api Lempuyangan Jogjakarta. Lingkungan sosial yang bersifat permisif membuat mereka dengan usia yang sangat muda telah akrab dengan berbagai aktivitas seksual, mulai dari meilhat sampai dengan melakukan hubungan intim. (Purnawan, 2004).
Singkatnya, setiap masyarakat memainkan peran yang sangat kuat dalam membentuk nilai dan sikap seksual, juga dalam membentuk atau menghambat perkembangan dan ekspresi seksual anggotanya. Misalnya bagi bangsa timur, khususnya Indonesia, melakukan hubungan intim (senggama) di luar nikah merupakan sebuah aib walaupun sekarang mulai memudar, akan tetapi bagi masyarakat Barat hal tersebut merupakan hal yang wajar dan biasa terjadi.
b. Dimensi Agama dan Etik
Seksualitas berkaitan dengan standar pelaksanaan agama dan etik Jika keputusan seksual yang ia buat melawati batas kode etik individu maka akan menimbulkan konflik internal, seperti perasaan bersalah, berdosa dan lain-lain. Spektrum sikap mengenai seksualitas memiliki rentang mulai dari pandangan tradisional (hubungan seks hanya boleh dalam perkawinan) sampai dengan sikap yang memperbolehkan sesuai dengan keyakinan individu tentang perbuatannya.
Akan tetapi meskipun agama memegang peranaan penting, akan tetapi keputusan seksual pada akhirnya diserahkan pada individu, sehingga sering timbul pelanggaran etik atau agama. Seperti yang dikemukakan Denney & Quadagno (1992) bahwa seseorang dapat menyatakan pada publik bahwa ia meyakini sistem sosial tertentu tetapi berperilaku cukup berbeda secara pribadi. Misalnya: Seseorang meyakini kalau hubungan sex diluar nikah itu tidak diperbolehkan menurut agama atau etika, tapi karena kurang bisa mengendalikan diri, ia tetap melakukan juga.
Michael et al (1994) membagi sikap dan keyakinan individu tentang seksualitas menjadi 3 kategori:
1) Tradisional : keyakinan keagamaan selalu dijadikan pedoman bagi perilaku seksual mereka. Dengan demikian homoseksual, aborsi, dan hubungan seks pranikah dan diluar nikah selalu dianggap sebagai sesuatu yang salah.
2) Relasional :  berkeyakinan bahwa sex harus menjadi bagian dari hubungan saling mencintai, tetapi tidak harus dalam ikatan pernikahan.
3) Rekreasional :  menyatakan bahwa kebutuhan seks tidak ada kaitannya dengan cinta.
c. Dimensi biologis
Merupakan dimensi yang berkaitan dengan anatomi dan fungsional organ reproduksi termasuk didalamnya bagaimana menjag kesehatan dan memfungsikan secara optimal.
d. Dimensi psikologis
Seksualitas mengandung perilaku yang dipelajari sejak dini dalam kehidupannya melalui pengamatan terhadap perilaku orang tuanya. Untuk itulah orang tua memiliki pengaruh secara signifikan terhadap seksualitas anak-anaknya. Seringkali bagimana seseorang memandang diri mereka sebagai mahluk seksual berhubungan dengan apa yang telah orang tua tunjukan tentang tubuh dan tindakan mereka.
Menurut Deney & Quadagno hasil penelitian menunjukan kecenderungan orang tua memperlakukan anak perempuan dan laki-laki secara berbeda, mendekorasi kamar secara berbeda, dan demikian pula respon terhadap tindakan mereka.
Orang tua juga akan memberikan penghargaan terhadap anak lak-laki yang melakukan eksplorasi dan mandiri, sedangjan anak perempuan sering didorong untuk menjadi penolong dan meminta bantuan. Lebih lanjut orang tua cenderung mempertegas permaian sesuai dengan jenis kelamin pada anak-anak prasekolah mereka. Kesimpulannya orang tua memperlakukan anaknya sesuai dengan jender.
2. Identitas seksual
a. Identitas biologis
Perbedaan biologis antara pria dan wanita ditentukan pada masa konsepsi. Janin perempuan menerima kromosom X (satu dari setiap orang tuanya), sedangkan janin laki laki menerima satu kromosom X dari ibunya dan satu kromosom Y dari ayahnya.
Walaupun awalnya genitalia janin belum bisa dibedakan, tetapi pada saat hormon seks mulai mempengaruhi janin, genitalia membentuk karakteristik pria atau wanita. Pada saat pubertas wanita mengalami putaran siklus menstruasi dan karakteristik seks skunder. Sedangkan pada anak laki-laki mengalami pembentukan sperma dan karakteristik seks skunder pria.
b. Identitas Jender
Jender adalah suatu ciri yang melekat pada kaum lelaki maupun perempuan yang dikonstruksikan secara sosial maupun kultural (Faqih, 1996). Sedangkan Identitas Jender merupakan rasa menjadi feminin atau maskulin.
Dimana segera setelah bayi lahir orang tua dan komunitasnya akan memberikan label sebagai perempuan atau laki-laki. Kemudian orang dewasa akan memperlakukan secara berbeda antara bayi laki-laki dengan perempuan. Pola interaksi yang berbeda inilah yang kemudian mempengaruhi bayi mengembangkan rasa identitas jendernya.
Pada usia tiga tahun, anak-anak sudah menyadari bahwa mereka akan menjadi anak perempuan atau anak-laki-laki. Pengenalan ini merupakan bagian dari perkembangan konsep diri.
c. Peran Jender
Peran jender merupakan cara dimana seseorang bertindak sebagai wanita atau pria. Ternyata faktor lingkungan (orang tua, teman sebaya, media massa dll) bukan satu-stunnya faktor yang membentuk perbedaan perilaku seksual individu, beberapa peneliti berkeyakinan hormon seks yang mempengaruhi perkembangan otak janin, ikut membentuk terbentuknya peran jender tersebut. Sehngga perilaku seksual merupakan hasil kombinasi fakor lingkungan dan biologis.
Selanjutnya faktor kultural juga merupakan elemen penting dalam menentukan peran seks atau jender. Ada kultur yang secara ketat menggambarkan peranaan sebagai feminin atau maskulin (misal: pencari nafkah dan koordinator finansial rumah tangga sebagai peran maskulin; sedangkan pemberi perawatan anak dan memasak adalah peran feminin). Kelompok kultur lain mungkin lebih fleksibel dalam mendefinisikan peran jender mendorong wanita maupun pria untuk menggali berbagai peran atau perilaku tanpa memberikan label tertentu yang berkaitan dengan seks.

3. Orientasi Seksual
Orientasi seksual merupakan preferensi yang jelas, persisten, dan erotik seseorang untuk jenis kelaminnya atau orang lain. Dengan kata lain orientasi seksual adalah keteratarikan emosional, romatik, seksual, atau rasa sayang yang bertahan lama terhadap orang lain
Orientasi seksual memiliki rentang dari Homoseksual murni sampai dengan Heteroseksual murni termasuk didalamnya Biseksual. Sebagian besar orang termasuk heteroseksual yang memiliki ketertarikan hanya dengan lawan jenis. Sedangkan sebagian kecil termasuk homoseksual atau biseksual.
Homoseksual merupakan orang yang mengalami ketertarikan emosional, romantik, seksual, atau rasa sayang pada sejenis, sedangkan biseksual merasa nyaman melakukan hubungan seksual dengan kedua jenis kelamin. Kaum homoseksual disebut gay (bila laki-laki) atau lesbian (perempuan).
Rentang ini memberikan model konseptual tentang orientasi seksual dalam masyarakat dan komplesitas perilaku manusia. Sehingga ada kemungkinan individu mempunyai perasaan erotik yang ditujukan pada seseorang dengan jenis kelamin yang sama tanpa melakukan aksi terhadap perasaan itu.

Gaya hidup gay atau lesbian sangat dipengaruhi oleh bagaimana mereka memutuskan untuk merahasiakan atau terbuka tentang orientasi seksualnya. Hal ini berkaitan dengan proses penghargaan diri, penerimaan diri, dan keterbukaan diri. Melihat kenyataan diatas maka bukan sesuatu yang benar jika kemudian pria gay selalu berkelakuan agak feminin atau memiliki keinginan menjadi seorang wanita, atau sebaliknya wanita lesbian tidak mesti maskulin atau memiliki keinginan untuk jadi pria. Sebagian besar dari mereka merasa puas dengan jender dan peran sosial mereka, dan hanya memiliki keinginan untuk bersama dengan anggota jenis kelamin mereka sendiri

Variasi dalam expresi seksual
Transeksual adalah orang yang identitas seksual atau jender nya berlawanan dengan sex biologisnya. Seorang pria mungkin berfikir tentang dirinya sebagai seorang wanita dalam tubuh pria, atau seorang wanita mungkin menggambarkan dirinya sebagai pria yang terperangkap dalam tubuh wanita. Perasaan ’terperangkap’ ini disebut juga dengan ’disforia jender’.
Transvetit biasanya adalah pria heteroseksual secara periodik berpakaian seperti wanita untuk pemuasan pikologis dan seksual. Sikap ini bersifat sangat pribadi bahkan bagi orang yang terdekat sekalipun.

C. Sistem Nilai Seksual
Sistem nilai seksual merupakan keyakinan pribadi dan keinginan yang berkaitan dengan seksualitas. Sistem seksual ini dibentuk sepanjang perjalanan hidupnya. Pengalaman ini dapat membuat klien mudah untuk berhadapan dengan masalah seksual dalam lingkungan perawatan atau dapat pula menghambat klien dalam mengekspresikannya.
Dengan demikian perhatian utama perawat terhadap klien adalah apakah perilaku, sikap, perasaan, sikap seksual spesifik itu normal.
Klien yang dirawat juga harus diberi privasi ketika dikunjungi oleh pasangan seksualnya. Privasi ini memungkinkan waktu pembicaraan intim, menyentuh, atau berciuman.
Ketika orientasi atau nilai seksual perawat berbeda dengan klien maka sesuatu yang aneh atau salah menurut perawat mungkin tampak normal dan dapat diterima oleh klien, maka disinilah timbul bias seksual.
Beberapa hal yang bisa dilakukan untuk menghadapi bias seksual agar tidak mengganggu proses perawatan antara lain:
a) promosi tentang eduaksi seks dan pemeriksaan nilai dan keyakinan seksual dengan jujur.
b) Pemberian informasi mengenai efek penyakit pada seksualitas secara jujur dan akurat.
D. Perilaku Seksual
Menurut Wahyudi (2000) perilaku seksual merupakan perilaku yang muncul karena adanya dorongan seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ seksual melalui berbagai perilaku.
Perilaku seksual yang sehat dan dianggap normal adalah cara heteroseksual, vaginal, dan dilakukan suka sama suka. Sedangkan yang tidak normal (menyimpang) antara lain Sodomi, homoseksual.
Selama ini perilaku seksual sering disederhanakan sebagai hubungan seksual berupa penetrasi dan ejakulasi. Padahal menurut Wahyudi (2000), perilaku seksual secara rinci dapat berupa:
1 Berfantasi : merupakan perilaku membayangkan dan mengimajinasikan aktivitas seksual yang bertujuan untuk menimbulkan perasaan erotisme.
2 Pegangan Tangan : Aktivitas ini tidak terlalu menimbulkan rangsangan seksual yang kuat namun biasanya muncul keinginan untuk mencoba aktivitas yang lain.
3 Cium Kering : Berupa sentuhan pipi dengan pipi atau pipi dengan bibir.
4 Cium Basah : Berupa sentuhan bibir ke bibir
5 Meraba : Merupakan kegiatan bagian-bagian sensitif rangsang seksual, seperti leher, breast, paha, alat kelamin dan lain-lain.
6 Berpelukan : Aktivitas ini menimbulkan perasaan tenang, aman, nyaman disertai rangsangan seksual (terutama bila mengenai daerah aerogen/sensitif)
7 Masturbasi (wanita) atau Onani (laki-laki) : perilaku merangsang organ kelamin untuk mendapatkan kepuasan seksual.
8 Oral Seks : merupakan aktivitas seksual dengan cara memaukan alat kelamin ke dalam mulut lawan jenis.
9 Petting : merupakan seluruh aktivitas non intercourse (hingga menempelkan alat kelamin).
10 Intercourse (senggama) : merupakan aktivitas seksual dengan memasukan alat kelamin laki-laki ke dalam alat kelamin wanita.

E. Perkembangan Seksual
Crain (2002) menyatakan bahwa Freud dalam teori psychosexualnya membagi perkembangan seksual seseorang dalam beberapa tahap, yaitu:
a. Oral stage (0-1 tahun)
Rangsangan seksual pada masa ini terletak pada mulutnya. Kegiatan menghisap puting payudara ibunya atau menghisap jempolnya merupakan kesenangan bagi seorang bayi.
b. Anal stage (1-3 tahun)
Pusat rangsangan pada masa ini terletak pada anusnya. Dimana anak merasakan kesenangan ketika melakukan buang air besar karena telah mampu mengontrol otot sphincter-nya. Mereka kadang-kadang mencoba memasukan kembali atau menahan fesesnya dengan cara menambah tekanan pada rektum. Mereka juga sering tertarik dengan feses yang telah dikeluarkan dengan menjadikannya sebagai alat mainan.
c. Phallic or Oediphal stage (3-6 tahun)
• Anak laki-laki
Dimulai dengan adanya ketertarikan terhadap penisnya. Hal ini disebabkan penis merupakan organ yang mudah dirangsang, mudah berubah, dan kaya akan rangsangan. Mereka ingin membandingkan penisnya dengan laki-laki lain atau dengan binatang, sehingga ia senang memperlihatkan penisnya.
Dia mungkin juga mencium ibunya secara agresiv, ingin tidur malam bersama ibunya atau membayangkan ia menikahinya. Akan tetapi ia belum membayangkan untuk melakukan senggama sehingga merasa bingung apa yang akan dilakukan bersama ibunya.
• Anak perempuan
Pada fase ini ia merasa kecewa dan marah besar dengan ibunya karena tidak memmpunyuai penis. Ia menganggap ibunya melahirkan kedunia dengan keadaan kurang lengkap Ia juga memiliki kedekatan yang lebih terhadap ayahnya. Hal ini mungkin disebabkan ayahnya mulai mengagumi kecantikannya, memanggilnya ‘little princess’ serta senang bermain-main dengannya.
d. Latency stage (6-11 tahun)
Pada fase ini, sebagian besar fantasi seksual tersembunyi di alam bawah sadar mereka.
e. Puberty (Genital Stage)
Pada anak laki-laki dimulai umur 13 tahun sedangkan anak perempuan dimulai pada usia 11 tahun. Pada saat ini anak ingin melepaskan dirinya dari orang tua.
Bagi anak laki-laki masa ini adalah saat melepaskan pertalian dengan ibunya untuk mendapatkan wanita lain sebagai penggantinya. Dia juga harus mengakhiri rivalitas dengan ayahnya dan membebaskan diri dari dominasi ayahnya.
Bagi anak perempuan mempunyai tugas yang sama, ia harus berpisah dari orang tuanya dan menentukan jalan hidupnya sendiri.
f. Adolescence
Pada saat ini seseorang mulai merasakan cinta dan kasih saying satu sama lain. Adolescence mempunyai perhatian yang lebih mengenai siapa mereka, bagaimana mereka di mata orang lain, dan akan menjadi apakah mereka. Mereka mulai merasakan ketertarikan secara seksual antara satu dengan yang lain, sampai dengan jatuh cinta.
Sedangkan dalam buku Fundamental of Nursing (Potter & Perry. 2005), dijelaskan perkembangan seksual meliputi:
1. Masa Bayi (0-1 Tahun)
1 Bayi perempuan dan laki-laki memiliki kapasitas untuk kesenangan dan respon seksual, dimana bayi laki-laki berespon terhadap stimulasi dengan ereksi sedangkan perempuan dengan lubrikasi vagina.
2 Bayi laki-laki mengalami ereksi nokturnal spontan tanpa stimulasi
3 Perilaku dan respon itu TIDAK berhubungan dengan kontak PSIKOLOGI EROTIK seperti pada masa pubertas.
4 Orang tua seharusnya memahami dan menerima perilaku eksplorasi bayi sebagai langkah perkembangan identitas diri yang positif dengan cara:
” Memberikan stimulasi taktil lainnya melalui menyusui, memeluk, dan menyentuh atau membuainya.”
2. Masa Usia Bermain dan Prasekolah (1- 5/6 Tahun)
1 Pada masa ini anak mulai menguatkan rasa identitas jender dan membedakan perilaku sesua dengan jender yang didefinisikan secara sosial.
2 Proses pembelajaran terjadi melalui:
o Interaksi anak dengan orang dewasa
o Boneka yang diberikan
o Pakaian yang dikenakan
o Permainan yang dilakukan
o Respon yang dihargai
3 Anak mulai meniru tindakan orang tua yang berjenis kelamin sama, mempertahankan dan memodifikasi perilaku yang didasarkan umpan balik orang tua.
4 Ekspolorasi seksual meliputi
o Mengelus diri sendiri
o Manipulasi genital
o Memeluk boneka,hewan peliharaan, atau orang sekitarnya
o Percobaan sensual lainnya.
 Anak sudah bisa diajarkan perbedaan perilaku yang bersifat pribadi atau publik.
 Pertanyaan darimana bayi berasal yang diamati harus dijelaskan dengan terbuka, jujur dan sederhana.
3. Masa Usia Sekolah ( 6 – 10 tahun)
 Pada masa ini edukasi dan penekanan tentang seksualitas bisa datang dari orang tua atau gurunya disekolah, tapi yang paling signifikan berasal dari teman sebayanya.
 Anak juga akan terus mengajukan pertanyaan tentang seks dan menunjukan kemandirian mereka dengan menguji perilaku yang sesuai, misalnya menggunakan kata-kata kotor atau menceritakan guyonan yang berkonotasi seksual sambil mengamati reaksi orang dewasa
 Anak-anak mulai mempunyai keinginan dan kebutuhan privasi.
 Pada usia 10 tahun, banyak anak gadis dan sebagian sudah mulai mengalami perubahan pubertas, terjadi perubahan pada tubuh mereka. Dengan demikian mereka membutuhkan informasi yang akurat dari rumah maupun sekolah mengenai perubahan tubuh yang dialami. Karena jika tidak mungkin anak akan ketakutan dengan menstruasi atau emisi nokturnal yang dianggapnya sebagai suau penyakit yang menakutkan.
 Pada usia sekolah dini, anak harus diberikan informasi untuk berhati-hati terhadap potensi adanya penganiayaan seksual. Beberapa hal yang dapat dilakukan untuk mencegah pelecehan seksual terhadap anaka antara lain:
1 Ajarkan kepada anak mengenai perbedaan antara sentuhan yang baik dengan sentuhan yang buruk dari orang dewasa.
2 Beritahu anak mengenai bagian tubuh tertentu yang tak boleh disentuh oleh orang dewasa kecuali saat mandi atau pemeriksaan fisik oleh dokter.
3 Ajarkan kepada anak untuk mengatakan ’tidak’ jika merasa tidak nyaman dengan perlakuan orang dewasa dan menceritakan kejadian itu kepada orang dewasa yang meraka percaya.
4 Ajarkan bahwa orang dewasa tidak selalu ’benar’, dan semua orang mempunyai kontrol terhadap tubuh mereka, sehingga ia dapat memutuskan siapa yang boleh atau tidak boleh untuk memeluknya.
 Jika terjadi pelecehan seksual pada anak, beberapa hal yang perlu diperhatikan:
 Ciptakan kondisi sehingga anak merasa leluasa dalam menceritakan tentang bagian tubuhnya dan menggambarkan kejadian dengan akurat.
 Yakinkan anak bahwa orang dewasa yang melakukannya adalah salah, sedangkan anaknya sendiri adalah benar.
 Orang tua harus bisa mengkontrol ekspresi emosional didepan anak.
4. Pubertas dan Masa Remaja
a. Perubahan fsik
1) Perempuan
• Ditandai dengan perkembangan payudara, bisa dimulai paling muda umur 8 tahun sampai akhir usia 10 tahun.
• Meningkatnya kadar estrogen mempengaruhi genitalia, antara lain: uterus membesar; vagina memanjang; mulai tumbuhnya rambut pubis dan aksila; dan lubrikasi vagina baik spontan maupun akibat rangsangan.
• Menarke sangat bervariasi, dapat terjadi pada usia 8 tahun dan tidak sampai usia 16 tahun. Siklus menstruasi pada awalnya tidak teratur dan avulasi mungkin tidak terjadi saat menstruasi pertama.
2) Laki-laki
1 Meningkatnya kadar testosteron ditandai dengan peningkatan ukuran penis, testis, prostat, dan vesikula seminalis; tumbuhnya rambut pubis, wajah
2 Walaupun mengalami orgasme, tetapi mereka tidak akan mengalami ejakulasi, sebelum organ seksnya matur yaitu sekitar usia 12 – 14 tahun.
3 Ejakulasi terjadi pertama kali mungkin saat tidur (emisi nokturnal), dan sering diinterpretasikan sebagai mimpi basah dan bagi sebagian anak hal tersebut merupakan sesuatu yang sangat memalukan.
4 Oleh karena itu anak laki-laki harus mengetahui bahwa meski ejakulasi pertama tidak menghasilkan sperma, akan tetapi mereka akan segera menjadi subur.
b. Perubahan psikologis/emosi
5 Periode ini ditandai oleh mulainya tanggungjawab dan asimilasi pengharapan masyarakat
6 Remaja dihadapkan pada pengambilam sebuah keputusan seksual, dengan demikian mereka membutuhkan informasi yang akurat tentang perubahan tubuh, hubungan dan aktivitas seksual, dan penyakit yang ditularkan melalui aktivitas seksual.
7 Yang perlu diperhatikan terkadang pengetahuan yang diadapatkan tidak diintegrasikan dengan gaya hidupnya, hal ini menyebabkan mereka percaya kalau penyakit kelamin maupun kehmilan tidak akan terjadi padanya  sehingga ia cenderung melakukan aktivitas seks tanpa kehati-hatian.
8 Masa ini juga merupakan usia dalam mengidentifikasi orientasi seksual, banyak dari mereka yang mengalami setidaknya satu pengalaman homoseksual. Remaja mungkin takut jika pengalaman itu merupakan gambaran seksualitas total mereka, walaupun sebenarnya anggapan ini tidak benar karena banyak individu terus berorientasi heteroseksual secara ketat setelah pengalaman demikian.
9 Remaja yang kemudian mengenali preferensi mereka sebagai homoseksual yang jelas akan merasa dan kebingungan sehingga membutuhkan banyak dukungan dari berbagai sumber (Bimbingan Konselor, penasihet spiritual, keluarga, maupun profesional kesehatan mental).

Hubungan dengan perawatan kesehatan:
Pada masa ini remaja mungkin pertama kali mencari perawatan kesehatan tanpa didampingi orangtua. Agar intervensi pada kelompok usia ini bisa efektif harus diperhatikan beberapa hal antara lain:
- Ciptakan lingkungan yang menunjukan kasih sayang, saling percaya, serta kesediaan untuk mendengar
- Klarifikasi dan hormati masalah yang bersifat rahasia
- Perawat kesehatan reproduktif hendaknya memiliki pengetahuan yang mendalam mengenai perkembangan remaja.
5. Masa Dewasa
• Pada masa ini telah mencapai maturasi akan tetapi terus mengeksplorasi untuk menemukan maturasi emosional dalam hubungan.
• Sambil mengembangkan hubungan yang intim, semua orang dewasa yang secara seksual aktif harus belajar teknik stimulasi dan respon seksual yang memuaskan bagi pasangannya. Mengapa ? karena pengenalan secara mutual tentang keinginan dan preferensi serta negosiasi praktek seksual mencetuskan ekspresi seksual yang positif.
• Teknik stimulasi hendaknya memperhatikan agama, nilai dan sikap keluarga tentang seksualitas karena kalau tidak menimbulkan efek emosional residual seperti rasa bersalah, cemas, atau perasaan berdosa.
• Pada akhir masa dewasa diperlukan pembaruan kembali keintiman diantara pasangan., namun demikian jika salah satu atau keduanya mengalami ancaman gambaran diri karena tubuh yang menua, dan mungkin mencoba menemukan ’kemudaan’nya dengan melakukan hubungan seksual dengan pasangan yang jauh lebih muda.
• Untuk mecegah hal tersebut, jika diinginkan pasangan dapat dibantu untuk menemukan hal atau kegairahan baru dalam hubungan mereka, baik dengan posisi, teknik seksual, maupun fantasi.
6. Masa Lanjut Usia
1 Seksualitas pada masa ini beralih dari penekanan prokreasi menjadi lebih kerah pertemanan , kedekatan fisik, komunikasi intim, dan hubungan fisik mencari kesenangan. Walaupun demikian mereka juga bisa tetap aktif.melakukan aktivitas seks jika memang menginginkan.
2 Perubahan fisik yang dialami menyebabkan perubahan perilaku seksual, sehingga perlu dijelaskan perubahan yang terjadi bersama dengan proses penuaan.
3 Demikian pula lansi dengan kekuatiran masalah kesehatan yang mengganggu aktivitas seksual, dianjurkan untuk menyesuaikan tindakan seksual dengan kondisinya tersebut.
F. Respon Seksual
Menurut Masters dan Johnson (1966) siklus respon seksual terdiri dari fase excitement, plateu, orgasmus, dan, resolusi. Pada dasarnya fase-fase tersebut diakibatkan oleh vasokonstriksi dan miotania, yang merupakan respons fisiologis dasar dari rangsangan seksual.
Perbandingan siklus respon pada wanita dan pria dapat dilihat pada tabel berikut ini
WANITA PRIA
I. EXICETEMENT : peningkatan bertahap dalam rangsangan seksual
• Lubrikasi vaginal: dinding vaginal berkeringat
• Ekspansi 2/3 bagian dalam lorong vagina.
• Peningkatan sensitivitas dan pembesaran klitoris serta labia
• Ereksi puting dan peningkatan ukuran payudara
• Ereksi penis
• Penebalan dan elevasi skrotum
• Elevasi dan perbesaran moderat testis
• Ereksi puting dan tumescence (pembengkakan)
II. PLATEU : penguatan respons fase Exitement
• Retraksi klitoris di bawah topi klitoral
• Pembentukan platform orgasmus: pembengkakan 1/3 luar vagina dan labisa minora
• Elevasi serviks dan uterus: efek ‘tenting’
• Perubahan warna kulit yang tampak hidup pada labia minora: “Kulit Seks”
• Pembesaran areola dan payudara
• Peningkatan tegangan otot dan pernafasan
• Peningkatan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernafasan • Peningkatan ukuran glans (ujung) penis
• Peningkatan intensitas warna glans
• Elevasi dan peningkatan 50% ukuran testis.
• Emisi mukoid kelenjar cowper, kemungkinan oleh sperma
• Peningkatan tegangan otot dan pernafasan
• Peningkatan frekuensi denyut jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernafasan
III. ORGASME: penyaluran kumpulan darah dan tegangan otot
• Kontraksi involunter platform orgasmik, uterus, rektal dan spingter uretral, dan kelompok otot lain
• Hiperventilasi dan peningkatan frekuensi jantung
• Memuncaknya frekuensi jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernafasan
• Penutupan sfingter urinarius internal
• Sensasi ejakulasi yang tidak tertahankan
• Kontraksi duktus deferens vesikel seminalis prostat dan duktud ejakulatorius
• Relaksasi sfingter kandung kemih eksternal
• Memuncaknya frekuensi jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernafasan
• Ejakulasi
IV. RESOLUSI: fisiologis dan psikologis kembali kedalam keadaan tidak terangsang.
• Relaksasi bertahap dinding vagina
• Perubahan warna yang cepat pada labia minora
• Berkeringat
• Secara bertahap frekuensi jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernafasan kembali normal
• Wanita mampu kembali mengalami orgasme karena tidak mengalami periode refraktori seperti yang terjadi pada pria. • Kehilangan ereksi penis
• Periode refraktori ketika dilanjutkan stimulasi menjadi tidak enak
• Reaksi berkeringat
• Penurunan testis
• Secara bertahap frekuensi jantung, tekanan darah, dan frekuensi pernafasan kembali normal

G. Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Seksualitas dan Perilaku Seksual
Faktor-faktor yang mempengaruhi seksualitas antara lain:
1. Faktor Fisik
Klien dapat mengalami penurunan keinginan seksual karena alasan fisik, karena bagamanapun aktivitas seks bisa menimbulkan nyeri dan ketidaknyamanan. Kondisi fisik dapat berupa penyakit ringan/berat, keletihan, medikasi maupun citra tubuh. Citra tubuh yang buruk, terutama disertai penolakan atau pembedahan yang mengubah bentuk tubuh menyebabkan seseorang kehilangan gairah.
2. Faktor Hubungan
Masalah dalam berhubungan (kemesraan, kedekatan) dapat mempengaruhi hubungan seseorang untuk melakukan aktivitas seksual.
Hal ini sebenarnya tergantung dari bagimana kemampuan mereka dalam berkompromi dan bernegosiasi mengenai perilaku seksual yang dapat diterima dan menyenangkan
3. Faktor Gaya Hidup
Gaya hidup disini meliputi penyalahgunaan alkohol dalam aktivitas seks, ketersediaan waktu untuk mencurahkan perasaan dalam berhubungan, dan penentuan waktu yang tepat untuk aktivitas seks.
Penggunaan alkohol dapat menyebabkan rasa sejahtera atau gairah palsu dalam tahap awal seks dengan efek negatif yang jauh lebih besar dibanding perasaan eforia palsu tersebut.
Sebagian klien mungkin tidak mengetahui bagaiman mengatur waktu antara bekerja dengan aktivitas seksual, sehingga pasangan yang sudah merasa lelah bekerja merasa kalau aktivitas seks merupakan beban baginya.
4. Faktor Harga Diri
Jika harga-diri seksual tidak dipelihara dengan mengembangkan perasaan yang kuat tentang seksual-diri dan dengan mempelajari ketrampilan seksual, aktivitas seksual mungkin menyebabkan perasaan negatif atau tekanan perasaan seksual.
Harga diri seksual dapat terganggu oleh beberapa hal antara lain: perkosaan, inses, penganiayaan fisik/emosi, ketidakadekuatan pendidikan seks, pengaharapan pribadi atau kultural yang tidak realistik.
Sedangkan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual, menurut Purnawan (2004) yang dikutip dari berbagai sumber antara lain:
c. Faktor Internal
1) Tingkat perkembangan seksual (fisik/psikologis)
Perbedaan kematangan seksual akan menghasilkan perilaku seksual yang berbeda pula. Misalnya anak yang berusia 4-6 tahun berbeda dengan anak 13 tahun.
2) Pengetahuan mengenai kesehatan reproduksi
Anak yang memiliki pemahaman secara benar dan proporsional tentang kesehatan reproduksi cenderung memahami resiko perilaku serta alternatif cara yang dapat digunakan untuk menyalurkan dorongan seksualnya
3) Motivasi
Perilaku manusia pada dasarnya berorientasi pada tujuan atau termotivasi untuk memperoleh tujuan tertentu. Hersey & Blanchard cit Rusmiati (2001) perilaku seksual seseorang memiliki tujuan untuk memperoleh kesenangan, mendapatkan perasaan aman dan perlindungan, atau untuk memperoleh uang (pada gigolo/WTS)
d. Faktor Eksternal
1) Keluarga
Menurut Wahyudi (2000) kurangnya komunikasi secara terbuka antara orang tua dengan remaja dapat memperkuat munculnya perilaku yang menyimpang
2) Pergaulan
Menurut Hurlock perilaku seksual sangat dipengaruhi oleh lingkungan pergaulannya, terutama pada masa pubertas/remaja dimana pengaruh teman sebaya lebih besar dibandingkan orangtuanya atau anggota keluarga lain.
3) Media massa
Penelitian yang dilakukan Mc Carthi et al (1975), menunjukan bahwa frekuensi menonton film kekerasan yang disertai adegan-adegan merangsang berkolerasi positif dengan indikator agresi seperti konflik dengan orang tua, berkelahi , dan perilaku lain sebagi manifestasi dari dorongan seksual yang dirasakannya.

Referensi
1. Crain, W. 1992Theorist of Development Concept and Applications. 3th ed. New York: Engle Wood Cliffs
2. Potter & Perry. 2005 .Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep, Proses, dan Praktek. Alih Bahasa, Yasmin Asih. Ed. 4. Jakrta: EGC
3. Purnawan, I. 2004. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Seksual Pada Anak Jalanan di Stasiun Kereta Api Lempuyangan Jogjakarta. Program Studi Ilmu Keperawatan, Fakultas Kedokteran UGM.
4. Minangsari,2005, Merespons Anak yang Mengalami Pelecehan Seksual!, down load from: kompas online, 9 Februari 2007.
5. Wahyudi,K.2000.Kesehatan Reproduksi Remaja. Lab Ilmu Kedokteran Jiwa FK UGM Jogjakarta.